Tidak Setor Pajak Rp2,6 Miliar, Dua Pengusah di Bekasi Jadi Tersangka

Bandung, IDN Times - Perusahaan jasa pengecatan spare part mobil dan motor, PT GF, Kabupaten Bekasi, terjerat tindak pidana perpajakan. Dari kasus ini, dua pengusaha dan perusahaannya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat (Jabar).
Adapun dua orang tersangka ini yaitu, YSM, AIW. Selain itu, PT GF juga menjadi tersangka. Sebelum ditetapkan menjadi tersangka, kasus ini sudah diselidiki Kantor Wilayah (Kanwil) Dirjen Pajak (DJP) Jabar II.
1. Kerugian negara mencapai Rp2,6 miliar lebih

Riyono, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jabar mengatakan, modus operandi yang dilakukan para tersangka yakni tidak melaporkan surat pemberitahuan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) masa pajak pertambahan nilai (PPN), sebagaimana diatur pasal 39 ayat 1 huruf c.
Mereka juga melakukan pemungutan PPN tapi tidak melakukan penyetoran sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Ayat 1 huruf I UU Nomor 6 tahun 1983, tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
"Adapun kerugian negara terkait tindak pidana pajak oleh para tersangka itu adalah sebesar Rp2.639.670.983," ujar Riyono, Senin (1/11/2021).
2. Tidak hanya pengusahanya tapi perusahaan juga jadi tersangka

Kepala Kejati Jabar, Dr. Asep N. Mulyana menjelaskan, Kejati Jabar tidak menyasar kepada orang-orang, namun berkomitmen untuk meminta pertanggunjawaban kepada korporasi atau badan. Apalagi jika ada niat jahat atau mensrea, baik orang per orangnya, atau dari korporasi yang bersangkutan.
"Jadi kejahatan korporasi artinya memang di korporasi itu menampung instrumen kejahatan, dan kami akan terapkan kepada seluruh tindak pidana. Ketika ada kejahatan korporasi, maka tanggung jawabnya dua: baik perorangannya bagian dari korporasi, maupun koporasinya sendiri," ucap Asep.
Terhadap kasus ini, Asep bilang, Kejati Jabar akan terus mengawal hingga ke persidangan. Adapun persidangan ini nantinya akan digelar di Pengadilan Negeri Bekasi.
"Kerugian kepada pendapatan negara itu cukup signifikan, sebesar Rp2,6 miliar. Kami akan kawal terus sampai sidang, dan kita akan pulihkan pendapatan negaranya," katanya.
3. DJP Jabar II menganggap tindakan ini sama dengan korupsi

Di tempat yang sama, Harry Gumelar selaku Kepala Kanwil DJP Jawa Barat II mengatakan, PPN itu adalah uang masyarakat, bukan uangnya pengusaha. Dengan begitu, asumsinya PPN yang dibayarka seorang pengusaha merupakan hasil memungut dari masyarakat.
"Ketika mereka dalam tuduhannya memungut dan tidak menyetor, artinya mereka memungut uang negara dan tidak disetorkan. Sama saja kalau di birokrat mereka melakukan korupsi," katanya.
Kanwil DJP Jabar II sudah sampaikan ke pihak berwenang soal tersangka dan baranng buktinya itu. Berdasarkan penelitian, mereka tidak membayar PPN pada 2018.
"Mengenai kenapanya, kami tidak sebut disini, karena biasa banyak umumnya pengusaha kekurangn likuiditas, jadi memang dia sengaja tidak menyetorkan uang itu, yang seharusnya disetorkan ke negara," kata dia.