Dalam pokok bahasan Peneguhan Bentuk dan Eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia, terdapat enam poin dengan maksud yang berbeda-beda. Dua di antaranya menerangkan secara singkat tentang proses pembentukan NKRI, sementara empat poin lainnya berbicara tentang gerakan separatis.
Sementara itu, kata “bughat” baru tercantum di poin keenam yang berisi: “Setiap orang, kelompok masyarakat lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi tersembunyi, dalam aktivitasnya yang mengarah pada tindakan pemisahan diri (separatisme) dari NKRI adalah termasuk bughat”. Di mana apa pun yang berkaitan dengan bughat, kata Rafani, hukumnya haram.
“Nah, dalam hasanah fikih siyasah (seluk beluk pengaturan kepentingan umat), keinginan memisahkan diri adalah bughat. Pemberontakan. Bughat itu adalah haram, mutlak haram. Fatwa MUI itu mengatakan, jadi siapa pun yang terlibat dalam gerakan bughat, mau perorangan, kelompok, lembaga, tetap itu dikategorikan bughat. Dan itu hukumnya pemerintah wajib memerangi, menurut pandangan fikih siyasah,” tutur Rafani.
Penetapan fatwa tersebut dilandasi lima ayat suci Al-Quran, lima hadis Nabi Muhammad SAW, potongan pendapat Shahib Al-Majmu, potongan pendapat Ibn Hajar Al-Asqalany, potongan pendapat Bughyat Al-Mustarsyidin, dan Kaidah Ushuliyah.