Bandung, IDN Times - Stunting masih menjadi tantangan besar dalam pembangunan sumber daya manusia, khususnya pada anak. Mengutip data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dinyatakan bahwa prevalensi stunting nasional tercatat sebesar 21,5 persen, masih cukup jauh dari target 14 persen yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2024.
Kondisi ini menegaskan pentingnya upaya lintas sektor dalam mempercepat perbaikan gizi dan kesehatan, khususnya pada periode krusial seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Upaya pencegahan stunting di Indonesia tidak cukup dengan hanya mengandalkan bantuan pangan, lebih daripada itu perlu dimulai dengan perubahan pola pikir dan perilaku keluarga. Prof. Martha Christina dari Universitas Diponegoro menegaskan jika pencegahan stunting dapat dimulai dalam keluarga melalui asupan makanan bergizi dan perilaku sehat.
“Hal itu bisa membuat kita terhindar dari penyakit yang dilakukan sejak sebelum hamil, saat kehamilan, saat menyusui, dan pada anak baduta (bayi bawah dua tahun),” kata Martha, dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Rabu (21/5/2025).
Hal senada disampaikan Prof. Damayanti Rusli Sjarif, pakar gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dia menjelaskan bahwa permasalahan stunting bukan hanya karena ekonomi, tetapi juga akibat pola asuh dan ketidaktahuan keluarga tentang pentingnya gizi sejak dini.