Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi negara BRICS (freepik.com/scorpiries2004)
Ilustrasi negara BRICS (freepik.com/scorpiries2004)

Bandung, IDN Times - Pemerintah Provinsi Jawa Barat mulai menyiapkan mitigasi di sektor perdagangan luar negeri, setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menetapkan tarif timbal balik (resiprokal) kepada Indonesia sebesar 32 persen.

Langkah mitigasi ini disiapkan lantaran kebijakan yang mulai diterapkan pada Rabu, (9/4/2025) pukul 00.01 EDT atau 11.01 WIB. Kebijakan itu dapat memengaruhi industri yang ada di Jabar, salah satu yang paling terdampak yaitu padat karya yang meliputi tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, bulu mata, dan beberapa produksi lainnya.

Kebijakan ini akan memengaruhi neraca perdagangan di Jabar. Di mana neraca perdagangan Jabar terhadap Amerika Serikat sudah sangat positif dalam beberapa tahun ke belakang atau sebelum tarif baru ini diberlakukan. 

"Dalam kurun waktu 2022-2024 neraca perdagangan Jawa Barat terhadap Amerika Serikat mengalami surplus terbesar pada tahun 2022, dan pada tahun 2024 nilai ekspor lebih tinggi dibandingkan tahun 2023," ujar Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat, Nining Yuliastiani, Sabtu (5/4/2025).

1. Nilai impor berpotensi lebih tinggi dibandingkan ekspor ke AS

Trump (mengumumkan tarif impor), bbc

Berdasarkan data BPS, pada tahun 2022, surplus perdagangan Jabar terhadap AS mencapai USD7.005.016 juta, sementara ekspornya mencapai USD 7.458.617 juta, impor hanya USD 453.600 ribu. 

Kemudian, tahun 2023, surplus perdagangan mencapai USD5.717.712 juta, ekspor mencapai USD6.234.729 juta, dan impor mencapai USD517.017 ribu. Sementara, di tahun 2024, surplus berada di angka USD5.898.263 juta, dengan ekspor sebesar USD6.338.122 juta, dan impor hanya USD439.859 ribu.

Nining khawatir, tarif baru tersebut nantinya akan membuat nilai impor meningkat dibandingkan ekspor ke AS, dan akhirnya membuat permintaan menurun. 

"Permintaan terhadap produk Indonesia di AS bisa menurun, terutama pada sektor tekstile, alas kaki, dan otomotif. Sedangkan, Jabar merupakan provinsi yang mempunyai potensi ekspor di sektor tersebut," kata dia. 

2. Jabar tetap bisa bersaing dibandingkan dengan China

Infografis 15 Daftar Ekspor RI yang Paling Terdampak Tarif Trump (IDN Times/Aditya Pratama)

Selain itu, Indonesia berpotensi besar akan dibanjiri produk impor, karena menjadi target negara pesaing yang terkena tarif masuk lebih tinggi ke pasar Amerika Serikat. Kendati demikian, Nining mengungkapkan ada beberapa peluang yang bisa dimanfaatkan. 

Hal ini terjadi karena barang asal Indonesia atau Jawa Barat khususnya masuk ke Amerika Serikat yang dikenakan tarif sebesar 32 persen, bisa mempunyai daya saing di pasar AS karena lebih rendah dari China yang terkena tarif 34 persen.

"Bahkan lebih kecil dari Thailand sebesar 36 persen atau Srilangka yang terkena 44 persen, Vietnam yang terkena 46 persen, dan Kamboja yang terkena 49 persen," katanya.

3. Bakal memaksimalkan kerja sama dengan BRICS

Indonesia resmi jadi anggota BRICS (infobrics.org)

Di sisi lain, Pemprov Jabar juga bisa memanfaatkan mitra dagang Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS), di mana Indonesia kini sudah menjadi anggota penuh dari blok ekonomi tersebut. Menurut Nining, hal itu bisa lebih dimaksimalkan apalagi kontribusinya cukup besar dalam perdagangan global. 

"Meningkatkan optimalisasi dagang dengan mitra negara lainnya seperti BRICS, di mana blok tersebut berkontribusi hingga 40 persen nilai perdagangan global," ucapnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Herman Suryatman juga membenarkan bahwa kebijakan ini akan memengaruhi neraca perdagangan Jabar terhadap AS. Dia memastikan akan mengkaji lebih jauh mengenai hal ini.

"Memang ekspor dari Jabar ke Amerika termasuk yang cukup besar dan surplus perdagangannya, tentu kita harus cermat, harus kaji," ujar Herman, Sabtu (5/4/2025).

Berdasarkan informasi dari tim komunikasi Presiden, Herman mengungkapkan, setidaknya ada tiga langkah mitigasi yakni hilirisasi, perluasan pasar, dan peningkatan konsumsi masyarakat. Dia memastikan akan melakukan konsolidasi dengan pemangku kepentingan seperti Kadin, Apindo, dan pemerintah daerah di Kabupaten/Kota. 

"Ya, karena yang USD 502,70 juta itu kan ada di lapangan tersebar di 27 kabupaten/kota. Jadi memang harus betul-betul cermat, betul-betul komprehensif, tidak bisa parsial," ucapnya.

Editorial Team