Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi gas dari menara (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi gas dari menara (pexels.com/Pixabay)

Intinya sih...

  • Gas menjadi penopang hilirisasi dan ketahanan nasional

    • Gas bumi penting dalam pembangunan Indonesia

  • Pasokan gas penting bagi ketahanan pangan dan energi

  • Kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan regulator krusial

  • Pasokan gas masih ketat, infrastruktur jadi tantangan

    • Kebutuhan domestik mencapai 2.600 MMSCFD, kapasitas lifting hanya 2.000 MMSCFD

  • Tantangan infrastruktur gas yang mahal dan berumur panjang

  • Harga LNG tinggi menekan upaya menjaga keterjangkauan harga industri

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Peran gas bumi semakin penting dalam keberlanjutan pembangunan Indonesia, terutama ketika agenda hilirisasi dan ketahanan energi menjadi fokus utama pemerintah. Isu gas pun tak lagi sekadar persoalan teknis, tetapi telah bertransformasi menjadi isu strategis yang menentukan arah perekonomian nasional.

Kamar Dagang Indonesia (KADIN) menegaskan bahwa pasokan gas kini menjadi simpul penting bagi ketahanan pangan dan energi. Apalagi, kebutuhan industri dan produksi pupuk dalam negeri sangat bergantung pada stabilitas suplai gas.

Dalam forum Energy Insights Forum bertajuk Gas Outlook 2026, berbagai pihak mulai dari pelaku industri, pemerintah, hingga lembaga riset membahas urgensi tata kelola gas yang lebih kuat. Diskusi ini menyoroti kesenjangan pasokan, tantangan infrastruktur, hingga risiko tata kelola yang harus segera diatasi.

Dari pemaparan berbagai sektor, terlihat bahwa keberlanjutan hilirisasi industri strategis tidak dapat dipisahkan dari kepastian suplai gas. Karena itu, kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, hingga regulator menjadi krusial dalam menciptakan sistem energi yang berkelanjutan. 

 

1. Gas menjadi penopang hilirisasi dan ketahanan nasional

Produksi gas Pertamina Hulu Mahakam. (dok. PHM)

Wakil Ketua Umum KADIN Bidang ESDM, Aryo Djojohadikusumo, menegaskan bahwa gas akan menempati porsi signifikan dalam bauran energi nasional. Ia menilai bahwa tidak mungkin berbicara ketahanan pangan tanpa pupuk, dan tidak mungkin ada pupuk tanpa gas.

“Tidak mungkin ada ketahanan pangan tanpa pupuk, dan tidak mungkin ada pupuk tanpa gas,” ujarnya. 

Pernyataan tersebut sejalan dengan penilaian pemerintah yang menempatkan gas sebagai fondasi untuk pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi. Hilirisasi industri strategis yang sedang dikejar memerlukan pasokan gas yang stabil—dan itu menjadi pekerjaan besar lintas sektor, bukan hanya pelaku hulu.

2. Pasokan gas masih ketat, infrastruktur jadi tantangan

PT Pertamina Hulu Energi (PHE) menemukan potensi sumber daya migas di sumur Tedong (TDG)-001 yang berada di area Kecamatan Mamosalato, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. (dok. Pertamina)

Pertamina Hulu Energi (PHE) memaparkan bahwa kebutuhan domestik mencapai 2.600 MMSCFD, namun kapasitas lifting hanya sekitar 2.000 MMSCFD. Bahkan proyeksi hingga 2034 menunjukkan kondisi pasokan yang tetap ketat meski ada sejumlah proyek baru.

“Demand kita 2.600 MMSCFD, sementara kapasitas lifting hanya 2.000… Tahun ini shorted, 2026 shorted, bahkan sampai 2034,” kata Edy Karyanto, Direktur Perencanaan Strategis PHE.

Di sisi hilir, tantangan tak kalah besar. PGN mengungkapkan bahwa infrastruktur gas yang mahal dan berumur panjang membuat perubahan model bisnis berisiko memicu impairment. 

Sementara harga LNG yang tinggi semakin menekan upaya menjaga keterjangkauan harga bagi pengguna industri.

3. Tata kelola dan risiko integritas jadi sorotan

Tantangan-Peluang Gas dan Masa Depan Industri Indonesia (Dok. IDN Times)

Selain persoalan teknis, tata kelola sektor gas juga mendapatkan sorotan. Partner Forensic & Integrity Services EY Indonesia, Stevanus Alexander Sianturi, menilai sektor energi memiliki risiko integritas yang tinggi karena nilai transaksi besar dan rantai pasokan kompleks.

Ia menegaskan bahwa gas merupakan “salah satu sektor dengan eksposur risiko integritas yang tinggi,” kata Stevanus.

Isu tersebut kembali ditegaskan oleh mantan Wakil Ketua KPK, Amien Sunaryadi, yang menekankan pentingnya keputusan korporasi yang akuntabel—terutama setelah diberlakukannya pidana korporasi dalam KUHP baru. 

Ia mengingatkan bahwa stagnasi justru membawa biaya besar bagi perusahaan dan negara. Seluruh paparan tersebut menunjukkan bahwa ekosistem gas mencakup banyak aspek: mulai dari ketersediaan pasokan hulu, kesiapan infrastruktur hilir, hingga integritas tata kelola. Tanpa koordinasi, berbagai target pembangunan akan sulit dicapai.

KADIN melalui forum rutin dan publikasi seperti Buletin Energi berupaya menjaga aliran informasi agar diskusi terus berlanjut dan solusi semakin konkret. 

Pada akhirnya, kolaborasi lintas pemangku kepentingan menjadi kunci untuk memastikan gas benar-benar menopang masa depan energi Indonesia.

Editorial Team