IDN Times/Debbie Sutrisno
Dia menceritakan, kesukaannya pada mengajar berawal ketika dia belajar fisika di bangku sekolah menengah atas (SMA). Saat itu sang guru mengajar dengan sangat menyenangkan sehingga ilmu fisika yang biasa membuat pusing siswa, justru bisa dipelajari dengan lebih mudah.
“Kalau ngajar ini tipenya menurunkan rumus, jadi bukan tipe pakai rumus saja. Kita belajar pakai papan tulis menurunkan rumus (fisika), ga sekedar pakai rumah ini, atau itu. Pas ujian juga kita diminta menjelaskan rumus di papan tulis secara lisan ke teman-teman,” ungkap Tania.
Pada mata pelajaran ini Tania mendapat apresiasi atas apa yang dia kerjakan. Suatu waktu, saat guru fisika ini tidak dapat hadir ke kelas, Tania pun diminta untuk menggantikannya mengajar dengan cara yang mirip dilakukan sang guru. Dari pengalaman ini, perempuan sempat bersekolah di Lampung tersebut merasakan kesenangan dalam mengajar.
Ilmu yang dari berbagai mata pelajaran kemudian dia ajarkan kepada teman-teman lain ketika hendak ujian saringan masuk bersama perguruan tinggi negeri (SBM-PTN). Hampir setiap akhir pekan rumahnya membuka pintu untuk teman kelas datang dan belajar bersama.
“Jadi belajar bareng. Kita bawa makanan, ngumpul di rumah saya,” ungkapnya.
Sering memberikan pelajaran kepada teman-temannya, Tania merasa bahwa dia cocok untuk menjadi seorang pengajar dan terpikirlah menjadi seorang dosen di perguruan tinggi. Demi cita-cita itu, Tania juga menjadi pengajar saat lulus di kampus ITB.
Dia memberikan belajar privat untuk mata pelajaran fisika dan matematika mulai dari SMP hingga SMA. Tak hanya itu, Tania juga sempat mengajar untuk siswa yang akan ikut olimpiade hingga mereka yang kan seleksi masuk PTN.
“Ngajarnya banyak tempat ga hanya di Kota Bandung tapi sempat sampai Cimahi sama Bekasi juga. Jadi ngajar pas akhir pekan begitu. Tapi ga lama saya berhenti kalau ke Bekasi karena capek keliling-keliling,” kata dia.
Semua ini dilakukan Tania dari awal kuliah hingga lulus S1, di mana dia juga sedang mengambil perkuliahan bersamaan untuk S2 di ITB melalui program Percepatan S1-S2 (Fasttrack). Meski pendapatannya lumayan tinggi untuk seorang mahasiswa, dia mengaku harus mengorbankan waktu istirahat di mana sehari hanya tidur tiga sampai empat jam saja.