Kondisi serupa juga terjadi di sekitar pintu keluar Gerbang Tol (GT) Cipali, tepatnya Desa Kertawinangun, Kecamatan Kertajati. Daerah itu sebelumnya sempat terendam banjir, yang berdampak terhadap terganggunya lalu lintas dari Cipali yang akan keluar lewat GT Kertajati.
"Kertawinangun, yang paling parah itu dampak sungai Cipelang, sama juga di belokan (sungai). Sungai Cipelang ini dari Sumedang. Kalau Sumedang banjir, berdampak juga. Kami belum punya alat EWS (early warning system). (Kalau ada) rencananya dipasang di Monjot," jelas Rezza.
Ancaman di daerah ini bisa terjadi ketika ketinggian air di Sungai Cimanuk meluap. Dalam kondisi itu, air dari Sungai Cipelang tidak bisa lagi masuk ke Cimanuk, yang bisa berdampak terjadi luapan.
"Yang di Kertawinangun, begitu Cimanuknya penuh, air dari Sungai Cipelang gak bisa masuk. Akhirnya jadi meluap ke mana-mana. Akhirnya bisa ke Bantarjati, ke Biyawak, ke Kecamatan Jatitujuh. Dampaknya panjang," katanya.
Selain di daerah itu, ancaman banjir juga mengintip beberapa titik lainnya, seperti Kecamatan Kadipaten, Dawuan, dan Kecamatan Kasokandel.
"Memang jadi prioritas juga, karena memang jumlah penduduknya padat juga ya. Di wilayah Kadipaten, sungai Ciputis. Kalau Karanganyar, sungai Cimanuk, lalu Kartawinangun, Kecamatan Kertajati. Itu akibat sungai Cipelang," kata Rezza.
Selain ancaman banjir di beberapa daerah tersebut, ia menjelaskan hingga saat ini sudah ada beberapa bencana yang terjadi. Selain banjir, tercatat juga beberapa bencana alam tanah longsor.
"Kami juga dapat laporan beberapa area persawahan sudah mulai banjir. Longsor di beberapa titik, ada 81 kejadian. Longsor berdampak ke satu atau dua rumah. Kebanyakan dipicu drainase. Penataan drainase wajib dilaksanakan untuk menghindari bencana," tuturnya.