Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Proses evakuasi korban longsor tambang galian C Gunung Kuda Cirebon. (Dokumentasi BNPB)
Proses evakuasi korban longsor tambang galian C Gunung Kuda Cirebon. (Dokumentasi BNPB)

Intinya sih...

  • Lemahnya sistem pemungutan dan pengawasan di Gunung Kuda menyebabkan minimnya PAD dari tambang batu dan tanah urug.

  • Longsor mematikan di Gunung Kuda menewaskan 25 orang, menyoroti praktik tambang ilegal, lemahnya pengawasan, dan buruknya manajemen keselamatan kerja.

  • Penyelidikan pascatragedi menetapkan pemilik dan pengawas lapangan sebagai tersangka, membuka mata publik akan masalah kemanusiaan dalam praktik pertambangan.

Cirebon, IDN Times - Pendapatan asli daerah (PAD) dari kegiatan tambang di kawasan Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, ternyata sangat minim. Koperasi Pesantren Al Azhariyah yang selama ini mengelola kegiatan penambangan di kawasan tersebut, hanya mampu menyetor sekitar Rp6 juta hingga Rp7 juta setiap bulannya ke kas daerah.

Pelaksana Tugas Kepala Bapenda Kabupaten Cirebon, Sudiharjo mengungkapkan, jumlah tersebut diperoleh melalui sistem perhitungan ritase atau jumlah kendaraan pengangkut material tambang yang keluar dari lokasi.

Namun, menurutnya, kontribusi ini tidak sebanding dengan potensi ekonomi riil yang dimiliki kawasan tersebut.

“Kalau kita bandingkan dengan aktivitas ekonomi yang terjadi di sana, kontribusinya sangat kecil. Sebenarnya bisa jauh lebih besar kalau dikelola optimal dan sesuai prosedur,” kata Sudiharjo belum lama ini.

1. Lemahnya sistem pemungutan dan pengawasan

Gunung Kuda

Gunung Kuda selama bertahun-tahun menjadi lokasi tambang batu dan tanah urug yang cukup aktif. Namun, mekanisme pengawasan dan pencatatan ritase masih menjadi kelemahan utama pemerintah daerah dalam mengoptimalkan PAD dari sektor ini.

“Selama ini pemungutan dilakukan berdasarkan laporan jumlah ritase dari pengelola tambang. Tapi kita sadari, di lapangan, ini belum bisa diverifikasi secara maksimal,” kata Sudiharjo.

Persoalan ini bukan hal baru. Selama bertahun-tahun, aktivitas tambang di kawasan itu telah memicu kekhawatiran sejumlah pihak, terutama terkait dampak lingkungan dan absennya kontrol ketat dari otoritas pemerintah.

Namun peringatan demi peringatan tampaknya belum direspons secara serius, baik oleh pengelola tambang maupun pihak berwenang.

2. Longsor mematikan dan kegagalan sistemik

Gunung Kuda di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

Tragedi besar terjadi pada Jumat (30/5/2025) pagi. Sebuah longsoran hebat meluluh-lantakkan area tambang di Gunung Kuda. Dalam hitungan detik, puluhan pekerja tambang terkubur hidup-hidup bersama alat berat yang tengah beroperasi.

Tiga ekskavator dan enam truk tertimbun tanpa sempat diselamatkan. Gunung Kuda berubah menjadi lokasi bencana yang menyedot perhatian nasional. Kepanikan, tangis, dan debu pekat menyelimuti lokasi saat para pekerja dan keluarga korban mencoba mencari tahu nasib orang-orang tercinta mereka.

Ironisnya, sebelum tragedi terjadi, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat serta aparat kepolisian sudah memberikan peringatan keras agar aktivitas penambangan dihentikan.

Struktur tanah yang labil dan teknik pengerukan dari bawah tebing sudah dinilai sangat berbahaya. Namun, imbauan itu diabaikan.

Sebanyak 25 korban dipastikan tewas dalam insiden tersebut. Sementara 21 orang lainnya masih belum ditemukan dan diperkirakan tertimbun di bawah reruntuhan batuan dan tanah setebal belasan meter.

Tragedi ini pun menyulut kembali sorotan terhadap praktik tambang ilegal, lemahnya pengawasan, serta buruknya manajemen keselamatan kerja di lapangan.

3. Tanggung jawab dan penegakan hukum

Korban selamat longsor Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon

Pascatragedi, penyelidikan pun dilakukan secara menyeluruh. Dua orang yang diduga bertanggung jawab atas pengoperasian tambang, pemilik dan pengawas lapangan telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum.

Keduanya kini menghadapi ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara atas dugaan kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa para pekerja.

Insiden ini membuka mata publik bahwa persoalan tambang di Gunung Kuda bukan sekadar masalah ekonomi, tetapi juga kemanusiaan.

Minimnya pemasukan ke kas daerah, kerusakan lingkungan, dan ancaman keselamatan kerja adalah akumulasi dari sistem yang lemah dan kurangnya akuntabilitas.

Kini, masyarakat menuntut langkah nyata dari pemerintah daerah dan pusat untuk memperbaiki tata kelola pertambangan.

Editorial Team