Suhu Kian Panas, Petani Cirebon Harus Atur Jam Kerja

Cirebon, IDN Times - Perubahan iklim yang mengakibatkan kenaikan suhu global mulai dirasakan dampaknya oleh para petani di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Di tengah teriknya matahari yang kian menyengat, para petani terpaksa mengatur ulang jadwal kerja mereka.
Mereka kini harus bekerja pada dini hari atau menjelang malam guna menghindari risiko kesehatan akibat panas yang ekstrem. Fenomena ini, jika terus berlanjut, berpotensi memperburuk krisis produksi pangan, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga secara global.
Berdasarkan aplikasi penghitungan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), suhu udara siang hari di wilayah Kabupaten Cirebon mampu menembus angka 37 derajat celcius.
1. Enggan beraktivitas siang hari

Ali seorang petani padi di Desa Tegalsari, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon mengaku perubahan jadwal kerja ini sudah ia terapkan sejak beberapa tahun terakhir.
"Kalau dulu, saya bisa mulai bekerja dari pagi sampai siang hari. Tapi sekarang, teriknya matahari terlalu menyiksa. Jadi, saya bekerja sebelum subuh dan istirahat siang, lalu lanjut lagi sore sampai malam," kata Ali, Kamis (17/10/2024).
Perubahan tersebut dilakukan untuk menghindari risiko dehidrasi, kelelahan, atau bahkan serangan panas (heatstroke) yang semakin sering terjadi. Dampak dari perubahan iklim ini tidak hanya menyulitkan para petani dalam bekerja, tetapi juga mempengaruhi hasil panen mereka.
Ali mengatakan, kondisi tersebut pun membuat produktivitas pertanian secara keseluruhan menurun. Tahun lalu, produktivitas di satu hektare sawah mampu mencapai lima ton, kini hanya tiga ton saja.
"Semuanya terpengaruh oleh suhu tinggi. Produktivitas tanaman menurun sekitar 10 hingga 25 persen kalau suhu terus meningkat," kata Ali.
2. Hasil panen anjlok

Hal yang sama juga Yanti, petani bawang merah di Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon. Ia mengungkapkan kekhawatirannya akan hasil panen yang menurun drastis akibat cuaca panas.
Penurunan produktivitas tanaman seperti bawang merah ini tak hanya berdampak pada kesejahteraan petani, tapi juga harga komoditas di pasar. Harga bahan pangan yang naik akibat kelangkaan produksi bisa menyebabkan inflasi, memperberat beban masyarakat luas.
"Sekarang lebih sering gagal panen karena bawang mudah busuk. Cuaca panas bikin air cepat menguap dari tanah, jadi bawang banyak yang mati," katanya.
Berdasarkan keterangan World Health Organization (WHO), paparan panas berlebih dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan, mulai dari dehidrasi, kelelahan, hingga masalah jantung dan ginjal.
Bekerja di bawah terik matahari tanpa perlindungan memadai berisiko memicu heatstroke yang bisa berakibat fatal.
Yanti menyebutkan, kini ia menggantungkan hidup pada sistem kerja sif, menyesuaikan dengan waktu-waktu yang lebih sejuk. Namun, hal ini bukan tanpa masalah.
"Kalau membatasi jam kerja, otomatis waktu yang tersedia untuk mengelola lahan menjadi lebih sedikit. Alhasil, luas lahan yang bisa diolah pun berkurang," kata Yanti.
3. Sebagian wilayah terdampak bencana kemarau

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cirebon mencatat, sebanyak 21 kecamatan di wilayah Kabupaten Cirebon dilanda kekeringan pada musim kemarau 2024 ini.
Menyitir data BPBD puluhan kecamatan itu adalah, Gegesik, Klangenan, Talun, Tengah Tani, Suranenggala, Sedong, Panguragan, Mundu, Palimanan, Ciwaringin, Susukan Karangwareng, Dukupuntang, Kapetakan, Gempol, Waled, Sumber, Ciledug, Beber, Kaliwedi, dan Gunungjati.
Sub Koordinator Kebencanaan BPBD Kabupaten Cirebon, Juwanda mengatakan, dari 21 kecamatan, ada tiga kecamatan yang merupakan wilayah dengan potensi mengalami kekeringan paling tinggi.
"Tiga kecamatan itu adalah Gegesik, Gempol, dan Sedong. Untuk Gegesik ada di Desa Sibubut, Gempol di Desa Cupang, dan Sedong di Desa Winduhaji," kata Juwanda.
Puncak usim kemarau yang terjadi di Kabupaten Cirebon diprediksi terjadi pada Agustus ini. Hal tersebut pun berdasarkan prakiraan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Beberapa bulan lalu, pemerintah daerah sudah mengeluarkan surat edaran terkait kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman bencana kekeringan, kekurangan air bersih, serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla).