Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Suami-Istri Asal Bandun Olah Daun Jadi Keripik, Dijual Sampai Australia

IDN Times/Debbie Sutrisno

Bandung, IDN Times - Membuat olahan makanan dari berbagai dedaunan mungkin bukan hal baru. Namun bagaimana ketika menjadikannya sebagai keripik daun?

Ela dan Yusantio, suami istri asal Bandung mempu meracik dedaunan menjadi camilan berupa keripik. Bukan hanya renyah dan enak, camilan ini juga menyehatkan. Sejak 2019 pasangan ini mampu mengubah daun singkong dan pepaya menjadi camilan yang digandrungi masyarakat.

SiDaun. Nama ini yang disematkan pada produk olahan dedaunan yang mereka buat. Melewati berbagai macam uji coba di dapur hingga masuk ke laboratorium, SiDaun kini diproduksi dari daun singkong dan daun pepaya.

"Beda daun beda bentuk dan beda rasa. Kalau yang pepaya ini rasanya manis tapi masih ada pahitnya sedikit biar rasa khasnya tidak hilang," kata Yusantio saat berbincang dengan IDN Times, Senin (15/5/2023).

Dia bercerita, pembuatan keripik dari daun berawal ketika dia mendapat kiriman dari orangtuanya sekarung daun singkong. Bingung mau dibuat apa untuk menghabiskan daun tersebut, mereka lantas terpikir membuat kerupuk daun singkong.

"Bingung saya dikasih sekarung mau diapain. Kalau disimpan lama pasti busuk. Jadi iseng kita blander daunnya terus digoreng pakai terigu biasa saja dan dikasih ke tetangga," ujarnya.

Mendapat respon cukup baik dari tetangganya, Yusantio kemudian mengajak Ela iseng-seng membuat keripik daun singkong dan menjualnya ke sejumlah warung tak jauh dari rumah. 10 plastik keripik daun singkong disimpan di beberapa warung. Setelah seminggu menyimpan barang, mereka pun mengeceknya. Dan hasilnya mengecewakan, hanya dua sampai tiga plastik keripik terjual.

Sempat frustasi karena dagangannya tak laku, Yusantio mendapat dorongan dari temannya untuk tetap berusaha mengolah daun agar bisa dijual. Dari sebuah obrolan santai, Yusantio dimita mengubah kemasan dan mencari pasar baru SiDaun agar tidak dijual di warung sayur.

Dia kemudian mengubah bentuk, kemasan, hingga tempat berjualan. Yang dulu dijual di warung rumahan, SiDaun mendapat kesempatan bisa disimpan di toko oleh-oleh. Hasilnya, jumlah penjualan produk ini meningkat.

1. Pastikan camilan ini halal dan sehat

IDN Times/Debbie Sutrisno

Tak hanya memperlihatkan pada keindahan kemasan dan bentuk makanan, SiDaun pun dipastikan halal dan gizinya tidak hilang. Hal ini dipastikan setelah Yusantio mendapatkan sertifikasi halal dan melakukan uji lab untuk mengetahui kandungan keripik yang diolahnya.

Label halal sendiri didapat SiDaun berkat bantuan BRI melalui Rumah BUMN Bandung. Pemeriksaan saat itu dilakukan kembali setelah ada perpindaah yang sebelumnya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi Kementerian Agama (Kemenag).

Karena pemeriksaan dilakukan saat pandemik COVID-19, pengecekan pun dilakukan secara daring (online) oleh Sucofindo sebagai penyelia. Mereka melihat bagaimana produk ini dibuat dan bahan apa saja yang digunakan.

"Jadi ini fasilitas dari BRI sehingga produk kita dipastikan halal dan tidak mengandung unsur haramnya termasuk dari bahan baku keripik," kata Yusantio.

Meski camilan ini berbentuk keripik yang harus digoreng, Yusantio dan Ela selalu mengupayakan agar makanan ini tetap mengandung gizi ketika dikonsumsi pembelinya. Salah satu perubahan adalah mengganti minyak goreng dari bahan baku sawit menjadi kelapa.

Dalam produksinya, camilan ini pun berbeda dari keripik yang serupa di mana daun yang terkadung lebih banyak ketimbang terigunya. Dan yang paling penting SiDaun sudah mendapatkan sertifikat bebas gluten (gluten free).

"Masalah kesehatan ini sekarang penting di mana-mana sudah jadi isu lah. Nah salah satu yang kita pikirkan sehingga akhirnya setelah cek lab dipastikan produk kami tidak ada glutennya," papar dia.

Dengan hasil pengecekan di lab, label pada kemasan pun ditambah bahwa SiDaun mempunyai banyak manfaat ketika dikonsumsi.

2. Dinikmati masyarakat dalam dan luar negeri

IDN Times/Debbie Sutrisno

Meski sudah mempersiapkan produk sematang mungkin agar bisa dinikmati masyarakat, penjualan SiDaun bukan tanpa hambatan. Sebagai orang yang bekerja kantoran, Ela dan Yusantio gagap dalam hal pemasaran.

Keduanya kemudian mengakali penjualan dengan menjaring pengecer (resaller) yang bisa menjual kembali produk ini ke berbagai daerah. Angka penjualan perlahan meningkat, memberikan semangat pada pasangan ini untuk terus memproduksi SiDaun.

Melihat peluang bagus karena belum banyak kompetitor, Ela dan Yusantio memutuskan keluar dari pekerjaannya dan fokus memproduksi keripik daun. Sayang, semangat baru dipupuk, pandemik COVID-19 menerjang Indonesia pada awal 2020.

"Selama empat bulan saya tidak ada penjualan. Ada sih, tapi sedikit sekali. Wah di situ jadi cobaan berat banget. Sudah keluar kantor, eh dagangan malah tidak kejual," ujarnya.

Tak ingin berkubang dalam keterpurukan usaha, mereka tetap memproduksi SiDaun dan berharap banyak konsumen tetap mencari keripik daun buatannya. Pasangan ini pun lantas rajin mengikuti berbagai kurasi makanan UMKM baik yang diadakan pemerintah daerah hingga pusat.

Karena keunikannya, SiDaun mendapat sambuat baik dari para kurator makanan. Tak jarang berbagai masukan agar produk ini melakukan inovasi hingga bantuan desain kemasan datang secara cuma-cuma.

Perlahan tapi pasti, SiDaun mulai mendapatkan pasarnya. Sejumlah distributor makanan datang untuk bekerja sama untuk menjual camilan ini ke berbagai daerah khususnya yang ramai didatangi wisatawan.

"Sekarang keripik daun ini kalau ke Barat sudah sampai Medan. Kalau ke Timur Indonesia ini sampai Lombok. Walaupun kalau penjualan masih banyaknya di Jakarta sama Bali," kata Yusantio.

Karena sering ikut kompetisi produk, SiDaun pun berkesempatan bertemu dengan para pembeli dari luar negeri. Salah satunya adalah konsumen dari Australia yang telah membeli sekitar 1.000 bungkus pada akhir 2022.

Saat ini keripik daun produksinya sedang dikurasi pembeli dari Jepang. Jika lolos maka akan ada penjualan ke Negeri Sakura tersebut.

3. Mencari inovasi untuk produk baru dan perluas pasar

ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurut Yusantio, saat ini produksi keripik daun masih belum alami peningkatan signifikan. Setiap bulan sekitar 2.000 bungkus berhasil dijual. Namun, dia merasa jumlah tersebut masih sedikit dan tak banyak orang tahu mengenai SiDaun.

Dia pernah bertanya kepada sejumlah masyarakat secara acak, dan mayoritas tak tahu tentang SiDaun. Berkaca dari situ, Yusantio ingin memperluas pasar dengan meningkatkan penjualan di dalam negeri, salah satunya menambah resaller agar produk tersebut bisa masif menjadi jajanan masyarakat.

"Pasar kami memang belum cukup luas, produk belum familiar (dikenal banyak orang). Ini jadi tantangan, karena mungkin kami terlalu nyaman dengan pada distributor yang ambil barang. Kita ingin maksimalkan kembali di marketing (pemasaran)," ujarnya.

Dari segi produk, Yusantio pun tengah mengembangkan produk baru yaitu keripik dari daun gingseng. Untuk memenuhi kebutuhan daun gingsong, Yusantio sedang menanam pohon gingseng secara mandiri. Sehingga dia tahu betul berapa banyak pohon yang dibutuhkan untuk memenuhi produk baru yang akan segera dirilis.

Selama ini gingseng lebih banyak dimanfaatkan akarnya menjadi minuman, sedangkan daunnya sangat jarang dipakai. Padahal manfaat daunnya banyak seperti antioksidan, meningkatkan vitalitas, baik untuk sirkulasi darah, hingga menjaga kesehatan hati.

"Kita sebenarnya ga sabar ingin mengeluarkan ini. Cuman masih lakukan riset karena saat keluar nanti harus ada pembeda dari keripik yang sudah ada. Nah ini yang masih dpikirkan kaya gimana," kata dia.

Di sisi lain, inovasi pun tetap dilakukan pada rasa produk SiDaun. Yustiano berharap dengan banyaknya gebrakan yang bakal dilakukan tahun ini, keripik dari daun tersebut bisa lebih banyak dinikmati masyarakat di berbagai daerah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
Debbie sutrisno
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us