Street Art Mural, Karya Seni yang Tak Bisa Dibungkam

Bandung, IDN Times - Belakangan ini mural menjadi kosakata yang ramai diperbincangkan masyarakat baik di dunia nyata maupun dunia nyata. Musababnya, aksi pemerintah yang menghapus berbagai macam mural ataupun tulisan grafiti di berbagai daerah, yang dianggap bermuatan politik dan merusak fasilitas umum.
Sayangnya, langkah sejumlah aparat di daerah yang menghapus mural justru mendapat serangan balik dari para seniman jalanan. Bak pribahasa Mati Satu Tumbuh Seribu, mural yang mengkritik pemerintah kemudian muncul di berbagai daerah.
Di Kota Bandung misalnya, beberapa waktu lalu sempat ada mural seorang pria yang perawakannya mirip dengan Presiden Jokowi, di salah Jembatan Pasupati. Mural dari cetakan kertas tersebut menggambarkan mata dan hidup pria tersebut tertutup masker. Setelah viral di media massa, hanya butuh hitungan jam, aparat dari Satpol PP langsung menghapusnya.
Pun dengan grafiti tulisan 'Jadikan Koruptor Pahlawan Cara Firli Bahuri Berantas Korupsi' sempat mejeng pada tembok di bawah Jembatan Viaduct. Sama halnya dengan mural mirip Jokowi, dalam waktu singkat aparat lantas mengecat tembok tersebut untuk menghilangkan tulisan kritik tersebut.
Terkait kondisi ini, Alga Indria yang didapuk sebagai Wali Kota Mural Bandung mengatakan, berbagai karya seni yang muncul di jalanan Kota Bandung bisa jadi sebagai bentuk keresahan masyarakat selama pandemik COVID-19. Para seniman mural tersebut sudah dipastikan terdampak pandemik ini.
Apalagi seniman biasanya mencari uang dari seni yang mereka hasilkan secara harian. Ketika banyak aktivitas dibatasi, mereka jelas kesulitan mencari uang untuk sesuap nasi.
"Yang resah pasti banyak. Kalau orang biasa mungkin nulis di medsos (media sosial), kalau musisi ada panggungnya bikin event, pembuat film juga bisa di bioskop. Nah keresahan seniman mural ini karena tidak ada medianya, mereka jadi gambar di tembok," ujar Alga ketika berbincang dengan IDN Times, Kamis (2/9/2021).
1. Pemerintah tak perlu bereaksi berlebihan
Menurutnya, persoalan mural kali ini bisa jadi diperuncing dengan persoalan politik di Indonesia. Hal itu yang kemudian membuat kritik lewat seni mural atau grafiti kemudian coba diredam oleh pemerintah.
Padahal dengan menghapus mural atau seni apapun yang terpampang di jalanan atau fasilitas umum, tidak akan membuat persoalan di negeri ini selesai. Sebab, mural tersebut kadung viral di media sosial dan sudah jadi konsumsi masyarakat umum.
"Mural yang mengkiritisi itu sama saja dengan banyak film yang juga mengkritisi pemerintah. Pemerintah mungkin ingin menstabilkan yang seperti itu, tapi hasilnya justru ada perlawanan. Kalau pemerintah reaktif dengan noise (suara kritikan) seperti ini, maka akan lebih banyak (perlawanan para seniman)," ujar vokalis band The Panasdalam ini.