Kondisi toilet di Stadion GBLA. IDN Times/Debbie Sutrisno
Sejak awal, banyak problema yang muncul dari pembanguna GBLA. Misalnya, stadion tersebut rencananya bakal resmi dibuka pada akhir tahun 2012. Namun, nyatanya acara pembukaan molor berbulan-bulan hingga 9 Mei 2013 karena pembangunan belum rampung 100 persen. Jeleknya lagi, ketika mulai diperkenalkan ke publik pada 9 Mei 2013, stadion itu belum juga tuntas akibat terbengkalainya pembangunan area parkir dan akses jalan.
Meski diluncurkan pada 9 Mei 2013 dengan klaim standar internasional, GBLA baru digunakan untuk pertandingan lintas-negara pada 2 Oktober 2014. Kala itu, pertandingan uji tanding ini digelar untuk mempertemukan Persib Bandung dan Malaysia All Star.
Awalnya, stadion ini memang direncanakan menjadi markas bagi tim kebesaran Kota Bandung, Persib. Namun, tuan rumah tidak sering menggunakan stadion ini karena berbagai alasan, dan lebih sering menggunakan Stadion Si Jalak Harupat yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Bandung.
Tak selesai di situ, berdasarkan penelusuran Bareskrim Polri, dalam kontrak plat beton Stadion GBLA mestinya setebal 20 cm, namun kenyataannya dibangun dengan tebal 13 cm. Tak hanya itu, besi-besi yang direncanakan setebal 13 milimeter, malah dibangun dengan tebal 8 milimeter.
Kondisi ini jelas menjadi unsur yang berkaitan dengan korupsi. Akhirnya, pada 2015, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri menetapkan pejabat Yayat Ahmad Sudrajat sebagai tersangka dalam kongkalikong pembangunan GBLA. Ia merupakan Sekretaris Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung yang juga mantan PPTK tahun 2009-2011 dan KPA/PPK tahun 2011-2013.
Yayat ditetapkan sebagai tersangka setelah polisi mengendus tindak pidana korupsi di tahun anggaran 2009-2014. Selain Yayat, sejumlah pejabat PT Penta Rekayasa (Konsultan perencana), PT. Adhi Karya (kontraktor pelaksana pekerjaan), dan PT Indah Karya (konsultan manajemen konstruksi) juga terlibat kerja sama dengan tersangka.