(Gedung KPK atau lebih dikenal sebagai gedung Merah Putih) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
Dalam catatan KPK, mereka tak lagi berhasil mempertahankan rekor menang 100 persen di pengadilan. Komisi antirasuah juga sudah pernah kalah di pengadilan tingkat pertama. Pertama, terjadi pada 2011 lalu saat mantan Wali Kota Bekasi, Mochtar Muhammad menang melawan jaksa KPK di pengadilan. Mochtar dituduh sudah menyuap anggota DPRD Bekasi senilai Rp1,6 miliar untuk memuluskan pengesahan APBD tahun 2010.
Adapula penyalahgunaan anggaran makan-minum senilai Rp639 juta, penyuapan untuk mendapatkan Piala Adipura tahun 2010 senilai Rp500 juta, serta penyuapan terhadap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp400 juta agar mendapatkan status Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Kedua, eks Bupati Rokan Hulu, Riau, Suparman yang divonis 2017 lalu. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru menyatakan Suparman, terdakwa kasus korupsi pembahasan APBD Provinsi Riau tahun 2014 dan 2015 divonis bebas.
Apabila Bupati Suparman divonis bebas, maka terdakwa lainnya yang sidangnya digelar bersamaan yakni Ketua DPRD Riau periode 2009-2014, Johar Firdaus tetap divonis 5,5 tahun penjara.
Namun, Febri menjelaskan walau kedua individu itu divonis bebas di pengadilan tingkat pertama, ketika diajukan kasasi ke Mahkamah Agung, hakim menganulir putusan tersebut.
"Artinya, apabila kita hitung seluruh perkara yang sudah ditangani oleh KPK hingga September 2019 mencapai 1.156, dua perkara tadi sudah dikoreksi oleh MA. Sedangkan, yang benar-benar lepas baru satu. Sedangkan, satu kasus lagi Sofyan Basir ini," tutur dia.
Febri menjelaskan dua perkara yang tak berhasil dimenangkan oleh KPK menandakan komisi antirasuah tetap serius dalam bekerja. Lagipula, Febri menambahkan, fokus KPK bukan hanya mengenai persentase dan angka-angka, namun apakah komisi antirasuah bisa mengungkap kasus itu di pengadilan.
"Kemudian, berapa banyak kerugian keuangan negara yang bisa dikembalikan," katanya lagi.