ilustrasi. Para karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada 2019. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Berikut surat cinta Emil pada halaman kedua unggahan di Instagramnya;
"APA BEDANYA menetapkan UMK dengan Surat Keputusan Gubernur dengan melalui Surat Edaran Gubernur?
Jika UMP tetap polanya sama dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu ditetapkan melalui SK Gubernur, banyak industri padat karya yang tidak sanggup, kolaps. Bukan hanya itu, industri akan kena pasal pidana walau ada instrumen penangguhan upah. Ancaman nyata ini yang membuat rata rata pemilik pabrik memutuskan menutup usahanya dan pindah ke provinsi lain atau ke Luar negeri. Lantas siapa yang dirugikan? Buruh, warga saya juga.
Dengan dibuatnya surat edaran (SE), maka industri yang mampu WAJIB mematuhi UMK yang diputuskan oleh WaIi kota/Bupati. Namun KHUSUS bagi industri padat karya yang tidak mampu diberi kesempatan untuk melakukan perundingan upah yang adil dengan buruhnya, dengan kewajiban upah HARUS tetap naik dari upah tahun 2019.
Jika disepakati, maka kenaikan upahnya walau di bawah UMK tidak akan kena pasal pidana. Pasal yang membuat mereka memutuskan untuk menutup usaha dan pindah. Jika ada usaha yang non padat karya berkilah tidak sanggup padahal mampu, tentulah kami akan beri sanksi sesuai hukum dan aturan perundang-undangan.
Kenapa Jateng dan Jatim bisa dengan Surat Keputusan? Itu karena di Jawa Tengah dan Jawa Timur tidak memiliki industri padat karya sebanyak Jawa Barat. Karena rata-rata UMK lebih rendah dari Jawa Barat, maka disana tidak ada dinamika PHK besar besaran dari industri padat karya seperti Jawa Barat.