Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Raden Rahardjo Djali melangsungkan prosesi pengukuhan Sultan Kasepuhan Cirebon sementara di Masjid Sang Cipta Rasa. (IDN Times/Wildan Ibnu)

Cirebon, IDN Times - Konflik internal keluarga Keraton Kasepuhan Cirebon kembali mencuat. Kali ini, pihak Raden Rahardjo Djali menggelar prosesi pengukuhan diri sebagai polmah Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Kamis (6/8/2020).

Rahardjo berdalih, pengangkatannya sebagai sultan itu karena dirinya mendapat surat kuasa dari keluarga besar Keraton Kasepuhan dan beberapa pesantren yang ada di wilayah Cirebon.

Prosesi pengukuhan polmah/polmak Sultan Keraton Kasepuhan itu, Rahardjo membacakan secarik kertas yang berisi amanat untuk menjadi sultan dari para sesepuh dan keluarga besar Keraton Kasepuhan Cirebon. Terlihat juga penyematan kalung bunga melati oleh seseorang yang dianggap sesepuh keraton.

1. Mengaku tidak bisa menolak polmak

Raden Rahardjo Djali (paling kanan) menyampaikan dirinya bahwa mendapat mandat menjadi Sultan Kasepuhan Cirebon sementara dari para sesepuh. (IDN Times/Wildan Ibnu)

Rahardjo mengaku tidak bisa menolak polmah/polmak (penerima surat kuasa) dari keluarga Keraton Kasepuhan dan pesantren. Sebab, mereka berkeinginan untuk adanya perbaikan Keraton Kasepuhan. Dia menampik jika penerus tahta keraton diwarisi oleh putra sulung sultan.

Alasannya, awal berdirinya Kesultanan Cirebon, Pangeran Cakrabuana tidak menurunkan tahtanya kepada putra sulungnya. Melainkan diberikan kepada Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang merupakan keponakan dari Pangeran Cakrabuana. Pangeran Cakrabuana menyatakan lebih mampu memimpin dibanding putra sulungnya.

"Saya tidak bisa menangguhkan polmah ini. Karena semua yang hadir di sini berdoa ingin adanya perbaikan-perbaikan yang dilakukan di Keraton Kasepuhan," ujar Raden Rahardjo kepada awak media usai pengukuhan polmah.

2. Menolak penobatan putra mahkota menjadi sultan

Editorial Team

Tonton lebih seru di