Foto Suryadi Suryadarma. IDN Times/Istimewa
Soerjadi Soerjadarma lahir di Kota Banyuwagi, Propinsi Jawa Timur, 6 Desember 1912, anak dari R. Suryaka Soerjadarma pegawai bank di Banyuwangi, yang masih memiliki garis keturunan dari Kraton Kanoman, Cirebon.
Buyutnya adalah Pangeran Jakaria alias Aryabrata dari Kraton Kanoman. Sedangkan kakeknya adalah Dokter Pangeran Boi Suryadarma. Suryadarma ikut keluarga kakeknya di Jakarta setelah menjadi yatim piatu.
Kariernya diawali ketika Suryadarma mengikuti pendidikan perwira di KMA (Koninklijke militaire Academic), yang saat itu hanya ada di Breda Negeri Belanda. Kemudian pada September 1931, ia mendaftarkan diri masuk pendidikan perwira di KMA Breda dan menjadi kadet (taruna) KMA.
Dasar-dasar kemiliteran dan kepemimpinan Suryadarma diperolehnya ketika mengikuti Akademi Militer di Breda, Belanda, yang ditempuh selama tiga tahun. Setelah lulus dari Akademi Militer Breda pada 1934, Soerjadarma ditempatkan di Satuan Angkatan Darat Belanda di Nijmigen, Negeri Belanda. Satu bulan kemudian ia dipindahkan ke Batalyon I Infantri di Magelang sampai bulan November 1936.
Dengan status sebagai perwira dengan pangkat Letnan Dua, akhirnya Soerjadarma mendaftarkan diri sebagai Calon Cadet Penerbang.
Suryadarma tercatat dua kali mengikuti tes masuk Sekolah Penerbang, namun selalu gagal dengan alasan ia menderita sakit Malaria. Namun berkat keuletan dan kemauan yang keras, pada tes yang ketiga Soerjadarma akhirnya dapat diterima menjadi siswa penerbang yang diselenggarakan di Kalijati.
Pada masa penjajahan Jepang, para perwira KNIL mendapat kesempatan untuk melarikan diri ke Australia, namun Soerjadarma tetap memilih untuk tetap tinggal di tanah air. Selama penjajahan Jepang, Soerjadarma banyak mengalami kesulitan. Melalui ajakan Komisaris Polisi Yusuf, ia menjadi Polisi Jepang, meski sesudah proklamasi ia bergabung dengan pejuang-pejuang bangsa lainnya dalam mempertahankan dan menegakkan kedaulatan Republik Indonesia.
Suryadarma ikut serta dalam berbagai pergerakan pascakemerdekaan. Dia dipercaya sebagai Kepala Staf TRI AU dengan pangkat Komodor Udara paa 1946. Tugas dan tanggung jawab Soerjadarma sebagai KSAU cukuplah berat, lebih-lebih pada waktu itu masih banyak masalah nasional maupun masalah dalam tubuh AURI sendiri yang harus diselesaikan dan dibenahi.
Lahirnya AURI bersamaan waktunya dengan masa perjuangan bangsa Indonesia dalam menegakkan dan mempertahankan kedaulatan serta kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Sejak memegang pimpinan AURI, Soerjadarma banyak melakukan penerbangan ke berbagai daerah di Indonesia. Ia dengan berani ikut terbang ke Yogyakarta, dari cross-country flight ke Gorda (Serang), dengan menggunakan Cureng, pesawat peninggalan Jepang.
Pada 27 Februari 1948, Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma mendapat tugas rangkap sebagai KSAP (Kepala Staf Angkatan Perang) Republik Indonesia. Dan ketika Belanda melakukan aksi Militer II tahun 1948, ia ikut tertawan bersama pimpinan Republik yang lain, dan dibuang ke Pulau Bangka.
Kemudian tahun berikutnya, dalam memperkuat delegasi Indonesia menghadapi perundingan dengan pihak Belanda di KMB, Soerjadarma turut sebagai penasihat militer.
Pada 2000 Suryadarma dikukuhkan oleh KSAU Marsekal TNI Hanafie Asnan sebagai Bapak AURI sesuai surat keputusan KSAU nomor SKEP/68/VI/2000 tanggal 20 Juni 2000.
Selain itu, untuk mengenang jasa-jasanya, sejak 7 September 2001 nama Soerjadi Soerjadarma diabadikan menggantikan nama Lanud Kalijati. Dipilihnya Lanud Kalijati didasari karena merupakan salah satu pangkalan cikal bakal berdirinya TNI Angkatan Udara, yaitu tempat dilaksanakannya sekolah penerbang pertama dan sekolah-sekolah pendukung penerbangan lainya.