Sejarah Hari Peduli Sampah dan Tragedi Matinya 157 Orang di Leuwigajah
Bandung, IDN Times - Tanggal 21 Februari selalu diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Peringatan ini pertama kali diumumkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 21 Februari 2005.
Penetapan 21 Februari sebagai HPSN tak terlepas dari tragedi meninggalnya 157 orang di sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Leuwigajah, Kota Cimahi. Sampah yang menggunung di sana mengalami longsor.
Longsoran sampah langsung menyapu dua pemukiman yakni Kampung Cilimus dan Kampung Pojok. Kedua pemukiman yang jaraknya sekitar satu kilomeeter dari TPA Leuwigajah tertimbun sampah. Gunungan sampah sepanjang itu diduga longsor karena diguyur hujan deras.
Bahkan sejumlah warga mendengar suara ledakan sebelum longsor terjadi. Tekanan beban sampah yang menggunung, didorong dengan gas dari bawah diduga mengakibatkan adanya ledakan dan terjadilah longsor besar.
1. Tujuan peringatan Hari Peduli Sampah Nasional
Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional merupakan peran pemerintah daerah dalam melaksanakan pengelolaan sampah, dengan menjadikan sampah sebagai bahan baku ekonomi.
Selain itu, peringatan ini juga untuk memperkuat partisipasi publik dalam upaya menjadikan sampah sebagai bahan baku ekonomi dengan gerakan memilah sampah.
2. Indonesia darurat sampah
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada tahun 2022, timbulan sampah di Indonesia sebanyak 18,30 juta ton per tahun, angka pengurangan sampah sebanyak 4,89 juta ton per tahun atau setara 26,72 persen, dan penanganan sampah mencapai 9,25 juta ton per tahun atau setara 50,55 persen.
Kemudian, data sampah terkelola ada sebanyak 14,14 juta ton per tahun atau setara 77,28 persen dan sampah tidak terkelola sebanyak 4,16 juta ton per tahun atau setara 22,72 persen.
SIPSN juga mencatat bahwa komposisi sampah berdasarkan jenis didominasi oleh sampah sisa makanan sebanyak 41,9 persen, sampah tumbuhan (kayu, ranting, dan daun) 12 persen, sampah kertas atau karton 10,7 persen, sampah plastik 18,7 persen, dan sampah lainnya 6,9 persen.
Sementara itu, komposisi sampah berdasarkan sumbernya masih didominasi oleh rumah tangga dengan angka mencapai 37,6 persen, pasar tradisional sebanyak 16,6 persen, dan pusat perniagaan mencapai 22,1 persen.
3. HSPN 2023 jadi babak baru pengelolaan sampah nasional
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan Hari Peduli Sampah Nasional atau HPSN 2023 menjadi babak baru pengelolaan sampah di Indonesia untuk menuju era nol limbah dan nol emisi.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati dalam pernyataan di Jakarta, Rabu, mengatakan HPSN adalah renungan untuk menyikapi persoalan sampah yang ada di negeri ini.
“Tahun ini menjelang 2025, kami harapkan sudah siap untuk menuntaskan persoalan sampah dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dengan potensi nilai ekonomi yang dimiliki oleh sampah,” kata Vivien dikutip dari ANTARA.
Menurutnya, HPSN sebenarnya adalah renungan bahwa persoalan sampah harus kita sikapi karena sampah itu kita produksi setiap hari 0,7 kilogram per orang dan harusnya sampah itu bisa dikelola sendiri.
Ia mengungkapkan konsekuensi fenomena perubahan iklim menjadi pemantik utama konsolidasi konsep dan strategi dalam membangun kolaborasi untuk mengelola dan menyelesaikan masalah sampah di Indonesia.
4. Targetkan tak ada pembangunan TPA baru pada 2030
Menurutnya, keseriusan pemerintah Indonesia untuk mencegah dampak perubahan iklim diawali dengan meratifikasi Paris Agreement to the United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada 2016.
Pada sektor pengelolaan sampah, KLHK telah menerapkan skema pengelolaan sampah dengan pengembangan elaborasi prinsip dasar reduce, reuse, dan recycle (3R), yaitu mengoptimalkan rantai nilai pengelolaan sampah di sumber dengan pemanfaatan teknologi dan peningkatan fasilitas pengolahan sampah yang dikelola secara profesional serta terintegrasi.
Sampai 2060, kegiatan rantai pengelolaan sampah menjadi target utama dalam perwujudan implementasi perencanaan operasional.
KLHK berupaya meningkatkan pengelolaan seluruh TPA untuk mengimplementasikan metode pengelolaan controlled atau sanitary landfill melalui pemanfaatan gas metan pada tahun 2025.
Kemudian, KLHK menargetkan tidak ada lagi pembangunan TPA baru mulai tahun 2030 dengan penggunaan TPA eksisting akan dilanjutkan hingga masa operasional selesai serta menambang sampah sudah mulai dilakukan dan tidak ada pembakaran liar mulai tahun 2031.
Selain itu, pemerintah juga mengoptimalkan fasilitas pengolahan sampah seperti PLTSa, RDF, SRF, biodigester dan magot untuk sampah biomassa; operasional TPA diperuntukkan khusus sebagai tempat pembuangan sampah residu pada tahun 2050; dan penguatan kegiatan pemilahan sampah di sumber dan pemanfaatan sampah sebagai bahan baku daur ulang.
"Itulah yang sekarang kami kembangkan, sehinggq sampah biaa untuk kesejahteraan masyarakat. Jadi, intinya sampah bukan sesuatu yang dibuang tetapi bagaimana caranya itu bisa mempunyai nilai ekonomi," kata Vivien.