Bandung, IDN Times – Sejak Pemerintah Kolonial Hindia Belanda memindahkan Ibu Kota Jawa Barat dari Karapyak (kini terletak di Kabupaten Bandung) menuju pusat Kota Bandung, pembangunan dilakukan amat masif demi menciptakan lanskap Ibu Kota yang sebenarnya. Salah satu bangunan termegah yang diwacanakan ialah Gedung Sate, yang hingga kini menjadi simbol kedigdayaan Kota Bandung sebagai salah satu daerah terpenting di Indonesia.
Tahun 1808, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Deandels, merupakan salah satu sosok yang meresmikan pergeseran Ibu Kota Jawa Barat itu. Alasannya tak lain karena ia melihat banyaknya potensi, baik alam maupun sosial, yang dimiliki oleh Kota Bandung agar menjadi daerah yang dapat dibangun secara matang. Keputusan itulah yang membuat Kota Bandung kini kaya akan arsitektur peninggalan Belanda—yang sebagian besar menjadi ikon Kota Kembang saat ini.
Di antara berbagai arsitektur yang dibangun, Gedung Sate, atau dulu disebut Gouvernements Bedrijven, menjadi salah satu yang termegah. Tak hanya melibatkan 2000 pekerja dan 150 pemahat, pembangunan Gedung Sate juga merupakan penerapan ilmu dua arsitek muda lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, De Roo dan G. Hendriks. Pembangunan dimulai pada 27 Juli 1920, atau jatuh tepat hari ini satu abad lalu. Pembangunan dilakukan selama kurang lebih empat tahun, hingga rampung pada September 1924.
Gedung Sate terletak di Jalan Diponegoro No. 22 Kota Bandung, Jawa Barat. Gedung ini berdiri di atas lahan seluas 27.990,859 meter persegi, dengan luas bangunan sekitar 10.877,734 meter persegi. Seabad berlalu, 14 nama telah menjadi Gubernur Jawa Barat yang berkantor di sana bersama para amtenarnya, termasuk yang kini menduduki jabatan itu, mantan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil.