Respons Pemprov Jabar Soal Ratusan Hektare SHM Laut di Subang

Bandung, IDN Times - Pemerintah Provinsi Jawa Barat memastikan akan mengecek langsung persoalan ratusan hektare Sertifikat Hak Milik (SHM) yang mencatut nama nelayan di perairan wilayah Cirewang, Desa Pangarengan, Kecamatan Legonkulon, Kabupaten Subang.
Sekda Provinsi Jawa Barat, Hermann Suryatman mengatakan, masih belum mengetahui lebih dalam mengenai persoalan ini. Hanya saja, ia mendorong agar Dinas Kelautan Perikanan (DKP) turut membantu masyarakat yang namanya dicatut itu.
"Teknisnya ada di DKP, ini perlu di crosscheck terlebih dahulu," ujar Herman melalui pesan singkat, Rabu (29/1/2025).
1. Pemkab Subang lakukan penelusuran

Sementara DKP Provinsi Jawa Barat masih belum memeberikan respons mengenai hal ini. Pemerintah Kabupaten Subang menegaskan akan menelusuri lebih dalam kasus yang dinilai merugikan para nelayan ini.
Hal itu disampaikan langsung oleh Pj Bupati Subang, Ade Afriandi. Ia mengatakan langkah awal yang akan dilakukan yaitu berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Subang.
"Iya saya juga baru baca kaitan dengan warga subang namanya dicatut di sertifikat. Yang pasti kalau kaitan dengan sertifikat, saya rencana akan berkunjung ke kantor pertanahan untuk menyampaikan informasi kemudian seperti apa yang diketahui oleh ATR/BPN Subang soal itu," ujar Ade.
Ade memastikan, sampai saat ini ia masih belum mendapatkan daftar nama warga yang dicatut namanya untuk sertifikat laut itu. Oleh karena itu ia akan mengonfirmasi juga nama-nama yang dicatut dalam sertifikat dan disahkan oleh BPN Subang ini.
"Dalam konteks kepentingan masyarakat Subang yang namanya dicatut perlu dikonfirmasi dan perlu didiskusikan apakah itu betul dan kalau betul bagaimana bisa terjadi? Seperti itu dan pengawasan lanjutan agar tidak terulang," tuturnya.
2. Legislator menduga ada kaitannya dengan pagar laut Tangerang

Kemudian, Ketua Fraksi PPP DPRD Jawa Barat Zaini Shofari telah mengantongi beberapa fakta baru persoalan ini. Ia mengaku telah mengonfirmasi beberapa nelayan yang turut dicatut namanya tersebut, dan mereka mengakui diberi uang Rp100 ribu oleh orang tak dikenal untuk tanda tangan.
"Semalam saya video call dengan beberapa warga dan mengaku nama mereka dicatut, mereka gak tahu apa-apa. Katanya pernah ada orang yang kasih kertas putih mereka tandatangan, dikasih Rp100 ribu cuma gak tahu buat apa," ujarnya.
Lebih lanjut, berdasarkan data yang didapatkannya, warga yang dicatut namanya ini mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Zaini menduga kasus ini masih berkaitan dengan kasus pagar laut di Tangerang dan Bekasi. Hanya saja, hal ini baru sebatas dugaannya saja.
"Kalau di sana (Bekasi) dipasang bambu. Kalau di Subang hanya dipatok bambu, radius berapa dipatok bambu lagi. Bahkan pernah ada alat berat di situ beroperasi, tapi ketika ada nelayan yang mendekat tidak beroperasi," kata Zaini.
"Sampai saat ini kita baru mendengarkan warga yang memang mengeluh namanya dicatut, terus ini bisa jadi bersambung dengan kasus di Tangerang, Bekasi itu atau jangan-jangan memang seluruh pesisir pantai itu memang sudah terkondisikan, tapi itu praduga karena polanya hampir sama," tuturnya.
3. Aktivis juga menduga ada kaitannya dengan pagar laut

Berdasarkan informasi yang dihimpun, sertifikat tanah ini juga disampaikan langsung oleh Aktivis Lingkungan Subang Asep Sumarna Toha. Ia mengatakan, laut yang disertifikatkan ada 307 bidang dengan luas 460 hektare.
Sertifikat mengatas-namakan masyarakat, namun mereka tidak pernah mengetahui memiliki obyek tanah laut itu. Pada intinya masyarakat ini hanya dipakai untuk atas nama saja, sehingga ia menduga sertifikat tersebut dikuasai oleh mafia tanah.
Adapun saat itu penerbitan SHM ini berlangsung pada masa kepemimpinan kepala BPN Subang sebelumnya yaitu Joko Susanto, dan dipindahkan ke Kabupaten Tangerang.
Asep menduga kasus ini memiliki korelasi juga dengan kegiatan yang sekarang ramai dengan pagar laut di Tanggerang. Selain itu, ia mencurigai sertifikat bermasalah ini ada juga di wilayah perairan sekitar Pelabuhan Patimban, Subang.