Bandung, IDN Times - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung berencana untuk segera mengevaluasi program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Hal itu menyusul terjadinya keracunan massal 342 siswa SMP Negeri 35 Bandung yang terjadi pada Selasa (29/4/2025) pukul 18.00 WIB.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian mengatakan, dengan sudah adanya temuan satu kasus keracunan massal di tingkat SMP, maka program MBG ini harus dievaluasi agar tidak terjadi di tempat lainnya.
"Kami besok akan evaluasi, kami sudah mengundang Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) dan koordinator SPPG-nya ya untuk mendiskusikan langkah selanjutnya mau seperti apa. Terutama terkait pengawasan dan pembinaan," ujar Anhar saat dikonfirmasi, Kamis (1/5/2025).
Untuk diketahui, kasus ini bermula saat manajemen katering mulai menyediakan makanan MBG untuk SMAN 19 Kota Bandung, SMPN 35 Kota Bandung, SDN 024 Coblong, dan SDN 189 Neglasari.
"Berdasarkan penelusuran yang kami lakukan, pihak catering mulai masak jam 01:00 WIB, kemudian untuk mengejar konsumsi bagi anak-anak SD karena yang SD itu jam 09.00 WIB," ujar Anhar.
Penyedia makanan ini yaitu Yayasan Cahaya Solid Berkarya, Mitra dapur MBG, dan SPPG Dapur Coblong dua. Karena dibuat terlalu malam, makanan tersebut sudah berbau ketika diterima oleh para siswa.
"Kemudian kalau menurut keterangan pihak catering-nya, yang buat anak SMP itu dibuat sesudah itu, ya pararel gitu. Anak SMP ini diberikannya jam 11:00 WIB, itu sudah gak enak sebetulnya," katanya.
Total makanan yang dibuat oleh Yayasan Cahaya Solid Berkarya ini sekitar 3.163 porsi yang tersebar ke empat sekolah, di mana rinciannya SMAN 19 Kota Bandung 997 porsi, SMPN 35 1.043 porsi, SDN 024 Coblong 724 porsi, dan SDN 189 Neglasari 399 porsi.
Karena makanan diberikan secara pararel dari SD ke SMA, Anhar menduga ketika makanan dihidangkan ke murid SMP sudah dalam kondisi basi.
"Kalau yang SD jam 09.00 WIB masih fresh, jadi aman. Ketika anak SMP, mulai tuh rada gak enak tapi belum parah. Terakhir itu anak SMA diberikannya jam 13:30 WIB, itu sudah bau jadi gak ada yang makan kalau SMA," ujar Anhar.
"Makanya anak SD sama SMA gak ada yang sakit. Yang sakit itu anak SMP semua," ucapnya.
Anhar menegaskan, dalam kasus ini seluruh siswa SMP yang keracunan telah menjalani pengobatan secara mandiri. Adapun gejala yang dirasakan yaitu diare, nyeri perut, muntah, pusing, hingga demam.
Gejala paling cepat muncul 30 menit dan paling lama delapan jam. Rata-rata gejala itu muncul dalam durasi tujuh jam setelah makan.
"Sebagian besar berobat sendiri. Ada yang ke puskesmas, ke dokter itu sendiri datang. Ada satu orang yang berobat ke RS Salamun karena ayahnya kerja di Salamun, tapi tidak ada yang dirawat," kata dia.