Program MBG Belum Sentuh Cirebon, Koordinasi Pusat-Daerah Lemah

Cirebon, IDN Times- Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto belum menyasar Kabupaten Cirebon, Jawa Barat hingga Senin (13/1/2025). Padahal program tersebut sudah dimulai awal Januari 2025.
Ketidakjelasan pelaksanaan program tersebut di tingkat daerah menimbulkan kekhawatiran akan terlambatnya upaya perbaikan gizi, terutama di wilayah-wilayah yang memiliki kerentanan tinggi seperti Kabupaten Cirebon.
Penjabat Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya mengatakan, bahwa pemerintah daerah terus berupaya berkomunikasi dengan pemerintah pusat guna mendapatkan kepastian jadwal pelaksanaan. Namun, hingga saat ini belum ada informasi konkret yang diterima.
“Jadwalnya belum ada, tapi kami akan terus memantau dan memberikan informasi lebih lanjut jika sudah ada kejelasan,” kata Wahyu, Senin (13/1/2025).
1. Belum ada arahan teknis dari pusat

Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Cirebon, Sri Wijayawati mengatakan, pemerintah daerah pada 2025 ini tidak menganggarkan dana untuk makan bergizi gratis.
Ketiadaan juklak dan juknis menjadi kendala utama bagi daerah dalam mempersiapkan pelaksanaan program MBG. Menurutnya, dokumen tersebut sangat penting untuk memberikan pedoman detail, seperti mekanisme distribusi makanan, target penerima manfaat, hingga sumber pembiayaan.
“Kami memerlukan arahan yang jelas untuk memastikan semua berjalan sesuai aturan. Tanpa juklak dan juknis, kami tidak bisa menyusun anggaran atau memulai langkah persiapan lainnya,” ujar Sri.
Ia menambahkan, tanpa panduan resmi, pemerintah daerah tidak memiliki dasar yang kuat untuk memasukkan anggaran program ini ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Kabupaten Cirebon tidak akan dapat menjalankan program sesuai jadwal.
2. Tantangan pendanaan dan implementasi

Selain kendala teknis, ketidakpastian mengenai sumber pendanaan juga menjadi masalah besar. Hingga kini, belum jelas apakah seluruh anggaran program akan ditanggung oleh pemerintah pusat atau memerlukan kontribusi dari pemerintah daerah.
Awalnya, pemerintah pusat menetapkan biaya Rp15.000 per porsi makanan bergizi yang akan didistribusikan melalui program ini. Namun, karena keterbatasan anggaran, jumlah tersebut diturunkan menjadi Rp10.000 per porsi.
Penyesuaian ini memicu kekhawatiran akan kualitas makanan yang diberikan, terutama di daerah-daerah dengan tingkat kerentanan gizi tinggi seperti Kabupaten Cirebon.
“Kami tidak ingin asal menjalankan program tanpa memastikan kualitas makanan tetap terjaga. Program ini bertujuan meningkatkan gizi masyarakat, jadi kualitas harus menjadi prioritas,” tambah Sri.
Selain itu, tantangan distribusi logistik di tingkat daerah juga menjadi perhatian. Kabupaten Cirebon, dengan wilayah pedesaan luas dan infrastruktur yang terbatas, memerlukan perencanaan matang untuk memastikan program dapat berjalan lancar.
3. Kerentanan gizi di Kabupaten Cirebon

Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah dengan tingkat kerentanan gizi yang cukup tinggi, terutama di wilayah pedesaan. Kondisi ini membuat pelaksanaan program MBG menjadi sangat penting. Namun, tanpa panduan dan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, pelaksanaan program berisiko tertunda, bahkan gagal mencapai sasaran.
Sri mengakui, kebutuhan akan program ini sangat mendesak di Kabupaten Cirebon. Ia berharap pemerintah pusat segera memberikan kejelasan sehingga Pemkab Cirebon dapat mulai mempersiapkan pelaksanaan.
“Program ini sangat bermanfaat, terutama untuk kelompok rentan. Kami berharap pusat segera memberikan juklak dan juknis agar kami bisa bergerak lebih cepat,” ujarnya.
Sri mengatakan, harapannya agar komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah dapat ditingkatkan. Menurutnya, kesuksesan program MBG tidak hanya bergantung pada anggaran yang besar, tetapi juga pada koordinasi dan perencanaan matang.
“Kami membutuhkan panduan yang jelas dan komunikasi yang intensif agar program ini dapat berjalan dengan baik. Jika semua sudah siap, kami yakin bisa melaksanakannya sesuai target,” katanya.
Ia juga menyoroti pentingnya memastikan bahwa kualitas makanan yang disediakan tetap terjaga meskipun ada penyesuaian biaya per porsi. Hal ini penting untuk memastikan bahwa tujuan utama program, yakni meningkatkan gizi masyarakat, dapat tercapai.