Program Angkot Cerdas Bandung Farhan, Sopir Angkot Minta Dilibatkan

- Penumpang angkot sudah turun
- Jangan sampai ada dualisme angkot
- Walkot sebut trayek angkot sekarang sudah tak relevan
Bandung, IDN Times - Pemerintah Kota Bandung tengah menyiapkan program untuk menerjunkan angkutan kota (angkot) untuk sebagai upaya meningkatkan jumlah masyarakat menggunakan layanan transportasi umum. Nantinya, angkot yang sudah ada akan ditata ulang sehingga trayek yang selama ini ada bisa berubah.
Salah satu supir angkot di Terminal Cicaheum, Parmin, mengatakan bahwa dia belum tahu mengenai rencana tersebut. Meski demikian, Parmin menyambut baik jika program itu mengikutsertakan pelaku angkot yang sudah ada termasuk didrinya.
"Kalau memang diperbaiki jadi bagus (angkotnya) kita ikut, jangan sampai kami dilupakan," kata Parmin, Selasa (8/7/2025).
1. Penumpang angkot sudah turun

Pria yang sudah menjadi supir angkot sejak tahun 78 ini mengatakan, kondisi penumpang sekarang sudah sangat menurun. Persaingan dengan transportasi daring jadi hal paling serius. Sebab, banyak penumpang enggan datang ke jalan raya untuk naik angkot, mereka lebih banyak ingin dijemput langsung dari rumah atau tempat asal ketika bepergian.
Maka, dengan adanya angkot pintar diharapkan lebih banyak penumpang yang mau naik. Dengan demikian pemasukan supir pun bisa bertambah.
"Masih belum tahu ini sistemnya digaji atau bagaimana. Kalau digaji lebih bagus lagi kan kita jadi tidak harus nunggu penumpang lama, bisa jalan terus, waktunya di jalan lebih cepat," ungkapnya.
2. Jangan sampai ada dualisme angkot

Sementara itu, Sofyan, sopir angkot jurusan Margahayu-Ledeng ini menolak jika angkot yang baru nanti menggantikan seluruhnya angkot yang sekarang ada. Terlebih jika nantinya kedua angkot ini berdampingan di jalan jelas pendapatan supir angkot laman akan menurun.
"Ya jelas saya menolak kalau kami tidak diikutsertakan (di angkot pintar). Sekarang sopir angkot pendapatannya kecil, buat makan sehari sama keluarga aja udah Alhamdulillah," kata Sofyan.
Dia menuturkan, selama ini pengemudi angkot sudah sangat tersiksa dengan banyak program pemerintah seperti bus sekolah, zonasi, dan kemudahan ojek sampai taksi daring (online). Alhasil masyarakat yang memanfaatkan angkot bisa dihitung jadi setiap harinya.
Sofyan mencontohkan, pada pagi hari ketika membawa angkot dari Ledeng menuju Margahayu hanya mendapatkan pemasukan Rp15 ribu saja pada siang hari. Padahal sekali jalan dari satu terminal ke terminal lainnya bahan bakar minyak (BBM) yang dihabiskan sekitar 25 ribu.
Kondisi ini yang membuat Sofyan dan sopir angkot lain di Terminal Margahayu menolak keberadaan mikrobus meski tidak masuk ke semua jalur angkot biru ini.
"Kecuali kalau memang supir ini semua dipekerjakan di mikrobus itu ya bagus, tapi kalau tidak ya jelas kita rugi. Sekarang yang naik angkot sedikit apalagi nanti kalau ada mikrobus," kata dia.
3. Walkot sebut trayek angkot sekarang sudah tak relevan

Sebelumnya, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengatakan, sistem trayek yang digunakan selama ini sudah tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat urban saat ini, apalagi dengan kehadiran transportasi daring seperti ojek online (ojol) dan taksi berbasis aplikasi.
“Saya akan berjuang agar peraturan tentang trayek ini dibongkar total. Karena kalau masih menggunakan sistem trayek, angkot tidak akan bisa bersaing dengan ojol ataupun mobil daring lainnya,” kata Farhan.
Ia menilai angkot harus berubah mengikuti pola layanan berbasis permintaan (on-demand) dan charter, bukan lagi sistem jalur tetap atau trayek yang justru membatasi fleksibilitas dan efisiensi angkutan umum. Saat ini jumlah kendaraan pribadi di Kota Bandung hampir menyamai jumlah penduduknya, yang menjadi indikator kegagalan sistem transportasi publik.
“Jumlah penduduk Kota Bandung 2,6 juta, jumlah kendaraan pribadi bernomor D Bandung itu 2,3 juta. Artinya warga tidak percaya pada transportasi publik,” katanya.
Menurutnya, salah satu alasan masyarakat memilih kendaraan pribadi adalah karena angkutan umum dinilai tidak praktis, lambat, dan tidak terintegrasi. Sistem trayek dianggap tidak mampu menjawab dinamika mobilitas masyarakat urban saat ini. Untuk mengatasi hal ini, Farhan mengusulkan agar angkot diintegrasikan ke dalam sistem cerdas berbasis teknologi Internet of Things (IoT).
Ia menyebut konsep ini sebagai “angkot cerdas” yang bisa memfasilitasi mobilitas lebih dinamis, dengan jadwal, rute, dan sistem pembayaran yang terintegrasi secara digital.
“Angkot kudu pintar. Harus terkoneksi dalam sistem IoT. Bisa disambungkan dalam jaringan grid yang memungkinkan masyarakat melihat posisi, rute, dan waktu tempuh angkot secara real time,” jelasnya.
“Saya akan minta agar regulasi tentang trayek, yang peninggalan masa lalu itu, harus mulai diubah. Harus diganti supaya angkot bisa lebih fleksibel dan bersaing,” imbuhnya.
Ia juga menyampaikan rencana pembangunan sistem Bus Rapid Transit (BRT) di Kota Bandung yang akan dimulai dalam waktu dekat. Pembangunan BRT akan berdampak pada lalu lintas kota selama dua tahun ke depan.