Pernah mendengar istilah open BO? Kata ini tampak berseliweran di media sosial. Perlu diketahui bahwa penggunaan kata tersebut kerap dikaitkan dengan aktivitas digital yang negatif, lho.
Namun, sebenarnya apa itu open BO? Berikut pengertian dan informasi seputar istilah populer ini. Jangan asal menggunakan kata ini, ya!
Open BO sendiri memiliki kepanjangan yang berbeda. Ada yang menganggapnya bahwa open BO adalah Open Booking Online, tapi ada pula yang menyebutnya sebagai Open Booking Out. Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, keduanya berarti membuka pesanan secara online. Tampak tidak ada yang aneh, bukan?
Alih-alih memesan barang, open BO di sini kerap digunakan untuk prostitusi daring yang berarti memesan partner seks. Istilah ini digunakan oleh perempuan maupun laki-laki. Jadi, ringkasnya, open BO merupakan aktivitas transaksi pelanggan dan penyedia prostitusi secara daring.
Pada prosesnya, open BO ini merujuk secara keseluruhan. Namun, yang berlangsung secara daring hanya saat pemasaran dan transaksi. Sisanya, pengguna dan penyedia layanan akan bertemu untuk melakukan aktivitas seks yang disepakati.
Di Indonesia, open BO sendiri termasuk dalam aktivitas yang melanggar hukum. Bukan hanya satu, prostitusi online ini berpotensi menyebabkan seseorang dihukum karena melanggar UU Pornografi, UU ITE dan perubahannya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hingga beberapa Peraturan Daerah.
Penyedia jasa open BO dapat dikenai Pasal 4 ayat (2) UU Pornografi yang menyebutkan bahwa hukuman pidana dapat mengenai mereka yang menyajikan ketelanjangan, memamerkan aktivitas seksual, atau menawarkan layanan seksual. Menurut Pasal 30 UU Pornografi, hukumannya meliputi penjara paling singkat 6 bulan dan maksimal 6 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp250 juta hingga Rp3 miliar.
Prostitusi online ini juga dapat melanggar UU ITE Pasal 27 ayat (1) yang dengan sengaja ataupun tanpa hak mendistribusikan konten asusila. Hukumannya termasuk pidana penjara hingga 6 tahun dan/atau denda Rp1 miliar.
Lantas, bagaimana dengan pengguna layanan open BO? Pengguna layanan memang tidak dapat dikenai UU Pornografi. Namun, berpotensi dituntut berdasar Pasal 284 ayat (1) KUHP jika melakukan transaksi prostitusi dalam keadaan sudah menikah. Selain itu, pengguna layanan juga tetap berpotensi melanggar UU ITE Pasal 27 ayat (1) sebagaimana penyedia jasa.