Aktivitas di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Setu Kulon, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, tampak berhenti pada Selasa Rabu pagi (4/11/2025) sore setelah 17 murid SDN 2 Setu Wetan menjalani perawatan medis akibat dugaan keracunan makanan bergizi gratis (MBG).
Mengakhiri keterangannya, Sartono mengajak pemerintah daerah dan pusat tetap berkomitmen menjaga mutu layanan gizi, terutama dalam program Makan Bergizi Gratis yang menyasar jutaan anak dan kelompok rentan.
Menurutnya, kualitas gizi merupakan investasi kesehatan jangka panjang dan tidak boleh diatur berdasarkan kompromi politis.
Ia juga meminta para pemangku kebijakan untuk menahan diri dari pernyataan yang dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi kesehatan. “Kami menghormati proses legislasi, tetapi standar gizi adalah soal ilmu, bukan opini. Ahli gizi tidak bisa digantikan,” tegasnya.
Sebelumnya, Pernyataan anggota DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal soal Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memicu kontroversi setelah ia menyebut pemenuhan gizi dalam program Makan Bergizi Gratis tidak harus melibatkan tenaga ahli gizi profesional.
Ia menilai fungsi pengawasan gizi dapat dijalankan oleh tenaga nonprofesional yang memperoleh pelatihan singkat, bahkan oleh lulusan SMA yang dinilai cakap mengelola kebutuhan dasar gizi.
Sikap tersebut bertolak belakang dengan pandangan banyak pihak yang memandang kehadiran ahli gizi sebagai komponen penting untuk memastikan standar keamanan pangan, kualitas nutrisi, serta pencegahan risiko kesehatan bagi penerima manfaat program.
Kontroversi semakin menguat karena pernyataan itu tercetus di tengah sorotan terhadap kasus keracunan pangan di sejumlah fasilitas SPPG, yang justru mempertegas urgensi kompetensi teknis dalam pengelolaan menu dan pengawasan higienitas.
Meski demikian, Cucun berargumen proses pengambilan keputusan di tingkat legislatif memungkinkan perubahan nomenklatur dan standar tenaga gizi, sehingga membuka ruang bagi model pengawasan yang lebih fleksibel.