Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Yayasan Pendidikan dan Sosial Manurul Huda (IDN Times-Azzis Zulkhairil)

Bandung, IDN Times - Sebuah rumah bertingkat di komplek elite di wilayah Antapani Kidul, Kota Bandung, berdiri Yayasan Pendidikan dan Sosial Manurul Huda. Namun, siapa sangka, dari tempat derma itu salah satu ketua umumnya, HW (36 tahun) diancam 20 tahun bui oleh Kejaksaan Tinggi Negeri (Kejati) Jawa Barat (Jabar).

HW saat ini jadi terdakwa kasus pemerkosaan atau rudapaksa pada 12 orang korban muridnya yang masih di bawah umur. Korban saat ini sudah ada yang melahirkan.

Berdasarkan penelusuran IDN Times di lapangan, pada Kamis (9/12/2021), Yayasan Pendidikan dan Sosial Manurul Huda ini tidak memiliki papan nama. Kini, di pintu masuk rumah ada police line yang masih menempel, bekas penangkapan oleh Polda Jabar beberapa bulan ke belakang.

1. Yayasan hanya rumah biasa tanpa papan nama

Yayasan Pendidikan dan Sosial Manurul Huda (IDN Times-Azzis Zulkhairil)

Kondisi kantor yayasan ini sangat berbeda dengan lokasi sekolah atau tempat kedua yang ada di Cibiru, Kota Bandung. Lokasi kedua memperlihatkan adanya papan nama yayasan dan bangunan seperti sekolah asrama pada umumnya.

Yayasan ini didirikan pada 12 Januari 2016. Lima orang tercatat menjadi pengurus yayasan, salah satunya HW yang memiliki jabatan sebagai ketua umum. Yayasan ini diduga kuat dijadikan sebagai mesin ATM berjalan bagi terdakwa HW.

Dugaan ini kemudian muncul dalam persidangan yang sudah digelar beberapa kali di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bandung.

Livia Istana DF Iskandar, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Indonesia mengatakan, berdasarkan fakta persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, HW mengeksploitasi anak dari korban sebagai alat untuk meminta dana.

Dalam persidangan, terdakwa juga diketahui memanfaatkan anak-anak untuk menjadikan mereka alat meminta bantuan dari pemerintah.

"Anak dilahirkan, dimanfaatkan untuk meminta dana kepada sejumlah pihak. Dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil Pelaku," ujar Livia, Kamis (9/12/2021).

Pada saat memberikan keterangan di persidangan, parasaksi dan/atau korban yang masih belum cukup umur didampingi orang tua atau walinya.

Di sisi lain, LPSK juga memberikan bantuan rehabilitasi psikologis bagi korban serta fasilitasi penghitungan restitusi.

"Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa Ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," katanya.

2. Fakta persidangan menyatakan bahwa ada eksploitasi anak

Editorial Team

Tonton lebih seru di