Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi PHK
ilustrasi PHK (IDN Times/Aditya Pratama)

Intinya sih...

  • Jumlah PHK di Jawa Barat mencapai 15.657 pekerja selama Januari hingga Oktober 2025.

  • Sebagian besar laporan PHK terjadi karena berakhirnya kontrak kerja atau PKWT, namun banyak pekerja diperpanjang atau direkrut ulang.

  • Tingginya laporan PHK di sektor tekstil dan industri padat karya disebabkan oleh faktor eksternal seperti maraknya impor pakaian bekas ilegal dan kondisi global yang melemah.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di Jawa Barat mencapai 15.657 pekerja sepanjang periode Januari hingga Oktober 2025. Data tersebut didapatkan berdasarkan situs Satu Data Kemnaker.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar I Gusti Agung Kim Fajar Wiyati Oka menjelaskan, angka 15.657 kasus PHK di Jabar sepanjang Januari–Oktober 2025 merupakan angka laporan yang masuk ke Disnaker provinsi maupun kabupaten/kota, bukan gambaran keseluruhan kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat.

"Data Satudata Kemenaker itu bersumber dari laporan perselisihan hubungan industrial dan laporan perusahaan yang melakukan PHK atau penutupan usaha. Jadi angkanya hanya yang dilaporkan, bukan keseluruhan kondisi," ujar Kim di Bandung, dikutip Rabu (26/11/2025).

1. Bukan menggambarkan kondisi ketenagakerjaan Jabar

ilustrasi PHK (IDN Times/Aditya Pratama)

Kim menegaskan, sebagian besar laporan PHK yang diterima pemerintah daerah terjadi karena berakhirnya kontrak kerja atau PKWT. Menurutnya, banyak pekerja yang mengalami penghentian hubungan kerja akibat kontrak habis.

Kemudian, para pekerja kembali diperpanjang atau direkrut ulang oleh perusahaan, sehingga data yang muncul tidak selalu mencerminkan hilangnya pekerjaan secara permanen.

"Berdasarkan BPJS Ketenagakerjaan presentasi terbesar PHK diakibatkan habis kontrak (PKWT), dan itupun banyak setelah habis kontrak banyak yang dilakukan perpanjangan kontrak," katanya.

2. PHK terjadi karena berbagai faktor

ilustrasi PHK

Terkait tingginya laporan PHK di sektor tekstil dan industri padat karya, Kim menjelaskan bahwa sejumlah faktor eksternal masih memberikan tekanan.

"PHK di industri tekstil terjadi akibat sejumlah faktor, antara lain maraknya impor pakaian bekas ilegal, lambatnya regenerasi mesin dan teknologi yang membuat industri kurang produktif dan kalah bersaing dengan produk luar negeri, serta adanya kesulitan pasokan bahan baku." katanya.

Di sektor manufaktur, kondisi global yang melemah dan penurunan konsumsi masyarakat juga memberi dampak signifikan. Selain itu, industri mulai melakukan transformasi teknologi melalui otomatisasi dan penerapan kecerdasan buatan, yang secara alami mengubah kebutuhan tenaga kerja.

"Untuk industri padat karya, PHK, relokasi, dan penutupan usaha terjadi akibat sejumlah faktor, termasuk melemahnya perekonomian global yang menurunkan tingkat konsumsi, pergeseran proses kerja dari tenaga manusia ke teknologi otomatisasi seperti mesin, robot, dan AI," katanya.

3. Disparitas upah buruh juga membuat perusahaan pindah ke wilayah lain

Ilustrasi PHK. Karyawan PT Sritex mulai kemasi barang menyusul PHK. (IDN Times/Larasati Rey)

Kim menambahkan perbedaan struktur upah minimum antar daerah turut memengaruhi keputusan relokasi perusahaan ke wilayah dengan biaya operasional yang lebih kompetitif. Kondisi ini, menurutnya, merupakan dinamika yang juga terjadi di beberapa provinsi industri lainnya.

"Adanya disparitas upah minimum antar daerah yang mendorong perusahaan berpindah ke wilayah dengan struktur upah yang lebih kompetitif," kata Kim.

Dalam menghadapi perkembangan tersebut, Pemprov Jawa Barat terus melakukan berbagai upaya untuk menekan potensi PHK. Pemerintah memberikan kemudahan bagi dunia usaha melalui pemberian stimulan, kemudahan proses perizinan, serta percepatan pembangunan infrastruktur pendukung industri.

"Upaya peningkatan kualitas tenaga kerja juga terus dilakukan melalui pelatihan dan bimbingan teknis agar calon tenaga kerja memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri," katanya.

Kim menekankan pentingnya penguatan dialog sosial melalui LKS Bipartit dan Tripartit sebagai sarana penyelesaian persoalan ketenagakerjaan.

"Pemprov Jabar juga menguatkan dialog sosial melalui LKS Bipartit dan Tripartit untuk menyelesaikan persoalan hubungan industrial secara konstruktif dan mencegah PHK menjadi pilihan pertama," tuturnya.

Editorial Team