Bandung, IDN Times - Untuk mempercepat proses penyelesaian perkara pelanggaran di bidang cukai dan memaksimalkan pemulihan kerugian negara, Bea Cukai menerapkan prinsip ultimum remedium, atau penggunaan hukum pidana Indonesia sebagai sebuah jalan akhir dalam penegakan hukum.
"Dengan prinsip tersebut, penyidikan dapat dihentikan setelah yang bersangkutan membayar sanksi administratif berupa denda. Penerapan prinsip ultimum remedium atas pelanggaran pidana di bidang cukai bertujuan menciptakan keadilan restoratif (restorative justice) yang lebih objektif," ungkap Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo, dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Rabu (8/1/2024).
Penerapan prinsip tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2023 mengenai Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai untuk Kepentingan Penerimaan Negara didasarkan pada Pasal 64 ayat (9) Undang-Undang No 11 Tahun 1995 tentang Cukai, yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
"Aturan ini mengubah pendekatan penegakan hukum di bidang cukai dari pemidanaan badan menjadi lebih mengutamakan pemulihan kerugian keuangan negara. Mengingat Undang-Undang Cukai berfokus pada aspek fiskal, langkah pemulihan keuangan negara lebih diutamakan sebelum penerapan sanksi pidana di bidang cukai, yang seharusnya menjadi alternatif terakhir," kata Budi.