Pengelola Kebun Binatang Bandung Jadi Tersangka Korupsi

Bandung, IDN Times - Kejati Jawa Barat menahan dua orang tersangka Sri Devi (S) dan Raden Bisa Bratakusuma (RBB) dalam perkara dugaan penguasaan lahan Kebun Binatang Bandung atau Bandung Zoo. Dua orang tersangka ini diduga tidak pernah menyetor keuntungan ke kas daerah Pemkot Bandung.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Nur Sricahyawijaya mengatakan, penetapan dilakukan setelah pemeriksaan selama kurang lebih enam jam oleh Penyidik Kejati Jabar.
"Keduanya dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Perempuan Kelas IIA Bandung selama 20 (dua puluh) hari sejak tanggal 25 November 2024 sampai dengan tanggal 14 Desember mendatang," ujar Nur melalui keterangan resmi, dikutip Selasa (26/11/2024).
1. Yayasan menguasai lahan dari Pemkot Bandung
Diketahui, lahan Kebun Binatang Bandung yang berlokasi di Jalan Kebun Binatang Nomor 6 seluas kurang lebih 139.943 meter persegi dan di Jalan Kebun Binatang Nomor 4 seluas kurang lebih 285 meter persegi merupakan Barang Milik Daerah (BMD) Pemerintah Kota Bandung.
"Hal itu diperoleh dari pembelian jual beli sebanyak 12 bidang dan satu bidang dari tukar menukar yang telah tercatat di dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) model A pada Pemerintah Kota Bandung Tahun 2005," kata Nur.
Di mana, kata dia, barang milik daerah berupa lahan Kebun Binatang telah dimanfaatkan lahannya oleh Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung sejak tanggal 30 November 2007, karena pemanfaatan lahan berupa sewa menyewa telah berakhir dan tidak ada perpanjangan pemanfaatan lahan untuk sewa.
Namun, setelah berakhirnya sewa menyewa lahan, Kebun Binatang oleh Yayasan Margasatwa Tamansari tetap memanfaatkan lahan tersebut tanpa ada setoran ke kas daerah milik Pemerintah Kota Bandung dan setelah perjanjian berakhir pada tanggal 30 November 2007.
"Yayasan Margasatwa Taman Sari telah menguasai dan memanfaatkan lahan milik Pemkot Bandung secara tanpa hak," ucap Nur.
2. Keuntungan Rp6 miliar dipakai keperluan pribadi
Berdasarkan Akta Notaris bulan Mei 2017 tentang kepengurusan Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung, tersangka S berstatus sebagai anggota pembina dan tersangka RBB sebagai Sekretaris II, Ada pula Ketua Pengurus ialah John Sumampauw.
Pada Tahun 2017-Tahun 2020, tersangka S telah menerima uang sewa lahan Kebun Binatang bersama-sama dengan tersangka RBB yaitu sebesar Rp6 miliar yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarga dari John Sumampauw.
Lanjut Nur, pada 21 Januari 2022 terjadi penggantian kepengurusan Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung di mana sebagai Ketua Pembina adalah tersangka S dan sebagai Ketua Pengurus adalah tersangka RBB.
"Keduanya mempunyai tupoksi sebagai Ketua Pengurus yaitu dalam setiap tindakan baik keluar maupun ke dalam atas nama mewakili yayasan atau pengurus harus ada persetujuan dari Ketua Pembina," katanya.
3. Keduanya sama-sama melakukan tindak pidana korupsi
Sejak kepengurusannya, tersangka S dan tersangka RBB seharusnya menyetor sebagian dari hasil pemanfaatan lahan ke kas daerah Pemerintah Kota Bandung. Namun, kata Sri, sejak 2022 hingga 2023 Yayasan Margasatwa Tamansari tidak pernah membayar uang pemanfaatan lahan ke kas daerah Pemerintah Kota Bandung.
Maka itu, perbuatan tersebut mengakibatkan pendapatan untuk pemanfaatan Kebun Binatang milik Pemerintah Daerah Kota Bandung berkurang. Penerimaan uang sewa dari John Sumampauw sebesar Rp5,4 miliar, Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Tahun 2022 s/d 2023 sebesar Rp3,5 miliar.
"Akibat perbuatannya, tersangka RBB diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp600 juta karena telah menandatangani kwitansi pembayaran dan menikmati uang sewa lahan Pemkot Bandung untuk keperluan pribadi tersangka dari John Sumampauw," ujar Nur.
Kepada para tersangka Penyidik Kejati Jabar mengenakan Primair:
Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPm
Subsidiair:
Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.