Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20250830_092252.jpg
Aksi bela Affan Kurniawan meninggal dilindas mobil Rantis Brimob Polri(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Intinya sih...

  • Demonstrasi merupakan bentuk frustasi masyarakat terhadap penguasa karena kurang efektifnya komunikasi pemerintah.

  • Kristian Widya Wicaksono menyebutkan bahwa rasa frustasi ini disebabkan oleh kekecewaan terhadap kebijakan kontroversial dan eksploitasi lingkungan hidup.

  • Langkah yang dapat dilakukan untuk menghentikan demonstrasi antara lain membuat kebijakan yang tidak lagi memunggungi masyarakat dan tidak memaksakan hal-hal yang ditolak masyarakat.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Letupan demonstrasi yang muncul di berbagai kabupaten dan kota di Indonesia sejak 25 Agustus 2025 merupakan bentuk frustasi masyarakat terhadap penguasa. Hal itu disampaikan pengamat kebijakan publik, dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Kristian Widya Wicaksono.

Menurutnya, secara teoritis demonstrasi merupakan partisipasi politik non-konvensional yang disajikan dalam bentuk penyampaian aspirasi masyarakat kepada suprastruktur politik, dan itu disebabkan oleh kurang efektifnya penyampaian komunikasi dari pemerintah.

"Penyebabnya adalah tidak efektifnya kanal komunikasi politik yang menjadi saluran artikulasi aspirasi tersebut," ujar Kristian, Minggu (31/8/2025).

1. Penguasa politik buat rakyat frustasi

Sisa-sisa aksi bela Affan Kurniawan di Bandung (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Lebih lanjut, Kristian mengatakan, ketidakefektifan ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, aspirasi tidak didengar dan tidak diakomodir dalam pengambilan kebijakan. Kedua, aspirasi didengar tetapi tidak kunjung diadopsi kedalam kebijakan.

"Hal ini mengakibatkan rasa frustasi masyarakat terhadap penguasa politik," ucapnya.

Adapun rasa frustasi ini, kata dia, sebagai akumulasi dari kekecewaan terhadap kebijakan-kebijakan kontroversial yang terus berjalan tanpa henti mulai dari revisi UU KPK, UU Cipta Kerja.

2. Kondisi ekonomi pun belum stabil

Bangkai kendaraan motor dan mobil dibakar aksi massa di Bandung (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Kemudian, ada pula masalah lainnya yakni eksploitasi lingkungan hidup, UU TNI, RUU KUHP, kenaikan pajak lokal, tata kelola Makan Bergizi Gratis (MBG) yang bermasalah hingga tunjangan perumahan yang diberikan dalam bentuk uang kepada anggota DPR-RI.

"Terakhir munculnya korban dalam penanganan demonstrasi massa. Rentetan masalah yang berkepanjangan inilah yang membuat situasi politik menjadi bergejolak," ujarnya.

"Apalagi pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19 belum sepenuhnya dapat mengembalikan gairah ekonomi masyarakat," kata Kristian.

3. Pernyataan maaf saja tidak akan cukup

Sisa-sisa aksi bela Affan Kurniawan di Bandung (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Kristian menyarankan langkah yang dapat dilakukan untuk menghentikan ini salah satunya dengan membuat kebijakan yang tidak lagi memunggungi masyarakat. Menurutnya, jangan dipaksakan jika memang tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat.

"Pernyataan maaf resmi saja sudah tidak cukup. Perlu ada tindakan nyata dari penguasa untuk tidak memaksakan berbagai hal yang sudah jelas-jelas ditolak masyarakat sebagai bentuk akuntabilitas terhadap masyarakat sebagai pembayar pajak dan pemegang kedaulatan politik yang sah secara undang-undang," kata dia.

Editorial Team