Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20250721_140329.jpg
(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Intinya sih...

  • Neni Nur Hayati, Direktur DEEP Indonesia, diteror OTK setelah mengkritik buzzer dan kinerja pejabat publik di media sosial.

  • Neni menutup kolom komentar akun media sosialnya karena serangan yang mengarah pada ancaman penyiksaan dan nyawa.

  • Neni meminta permohonan maaf langsung dari Pemprov Jabar atas penggunaan fotonya tanpa izin di media sosial.

Bandung, IDN Times - Aktivis Demokrasi sekaligus Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menyampaikan semua serangan oleh orang tak dikenal (OTK) setelah fotonya diunggah di akun Instagram Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jawa Barat.

Diketahui, Neni sebelumnya menyampaikan pendapat tentang bahaya buzzer yang dapat mengancam demokrasi dan eksistensi negara. Pendapatnya itu kemudian diunggah melalui akun media sosial pribadinya, salah satunya Tiktok.

Saat itu Neni tidak menyebutkan pendapatannya itu untuk salah satu provinsi tertentu. Namun oleh Diskominfo Jabar diunggah disertai tanggapan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Setelah itu dirinya mendapatkan serangan dari buzzer sejak 15-16 Juli 2025.

Sehingga ketika muncul dugaan-dugaan bahwa saya menggiring opini, dan lain sebagainya, itu menurut saya sesuatu yang keliru. Ini jadi jumping to conclusion, jadi melompat ke kesimpulan sendiri tanpa ada klarifikasi dari pihak yang menyuarakan hal itu.

"TikTok sampai sekarang masih belum bisa diakses, tapi saya sudah lapor ke teman-teman SafeNet. Kemudian WhatsApp yang tidak bisa di-login," ucap Neni setelah melayangkan somasi kepada Pemprov Jabar di Gedung Sate, Senin (21/7/2025).

"Nomor akun saya yang satu lagi, yang tersebar itu, kemungkinan akan saya tutup dulu nomor WhatsApp-nya. Karena memang di situ juga ada panggilan-panggilan yang tidak saya kenal," sambungnya.

1. Neni sampai tutup kolom komentar

(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Neni pun menyampaikan semua serangan yang dialami itu hingga akhirnya menutup kolom komentar akun media sosialnya. Dia sendiri mengakui memang mengkritik pejabat publik namun tidak pada secara persoalan, melainkan kinerja-kinerjanya.

"Saya akan tutup kolom komentar, karena komennya itu tidak biasanya. Saya memang sering mengkritik pejabat publik lainnya, selain Kang Dedi Mulyadi. Saya banyak mengkritik, termasuk Pak Presiden itu sendiri," kata Neni.

"Hanya saja, saya belum pernah mendapatkan serangan digital yang sangat parah seperti sekarang. Brutalnya luar biasa, karena ancamannya itu sudah sampai pada ancaman penyiksaan dan lain sebagainya," tuturnya.

2. Pertanyakan sentimen Dedi Mulyadi

(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Jika komentar masih sebatas caci maki dan lainnya, Neni mengatakan, hak tersebut masih bisa diterima, namun komentar dari buzzer ini dirasakannya sudah luar biasa karena mengarah kepada penyiksaan dan beberapa hal kriminal lainnya.

"Ini bukan hanya permasalahan hate speech atau caci maki, itu saya sudah biasa tapi ini sudah sampai pada ancaman penyiksaan, apalagi ancaman nyawa. Itu yang menurut saya tidak bisa kemudian saya biarkan begitu saja," jelasnya.

Neni menegaskan, konten Tiktok yang diunggahnya tentang bahaya buzzer untuk demokrasi itu sama sekali tidak menyebutkan secara spesifik kepada salah satu kepala daerah. Di dalam konten, kata dia, jelas ditujukan untuk siapapun kepala daerahnya.

"Jadi, tidak ada mention Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Gubernur Jawa Barat, atau nama Kang Dedi Mulyadi itu sendiri. Saya justru jadi bertanya-tanya juga, kenapa kok merasa resah dengan TikTok saya itu," ujar Neni.

3. Menyayangkan Diskominfo Jabar menayangkan foto dirinya di akun media sosial Instagram

Aktivis demokrasi Jabar layangkan somasi ke Pemprov Jawa Barat (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Di sisi lain, Neni membenarkan pernah menyampaikan kritikan kepada Dedi Mulyadi dalam hal kebijakannya, seperti penambahan rombongan belajar (Rombel) di sekolah menjadi 50 siswa setiap kelas. Namun itu pun tidak ditunjukkan secara personal kepada Dedi Mulyadi.

"Sehingga, saya sangat menyayangkan sekali ketika kemudian Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencantumkan foto saya tanpa izin. Kan itu artinya hanya sepihak ya, mengartikulasikan apa maksud dari TikTok saya," katanya.

"Ini tentu sangat disayangkan sekali, karena negara itu seharusnya melindungi kebebasan berpendapat. Saya ini kan warga negara, warga negara Jawa Barat," sambung Neni.

Sampai berita ini ditayangkan, Diskominfo Jabar belum membuat pernyataan resmi dan tanggapan atas somasi yang dilayangkan oleh Neni. Dimana Neni menginginkan agar adanya permohonan maaf secara langsung dari Pemprov Jabar.

Editorial Team