Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
e5ab4093-5494-4518-a3bf-4adf68fcba1b.jpeg
Petani milenial panen cabai organik di lahan bekas kandang ayam (IDN Times/Siti Fatimah)

Intinya sih...

  • Anak muda sukses di pertanian, ingin buka lapangan kerja

  • Bekas kandang ayam jadi lahan subur setelah lima bulan proses

  • Belajar dari krisis, beralih ke pertanian organik dengan hasil panen mencapai 200-300 kilogram cabai caplak dan 100 kilogram cabai lainnya

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kabupaten Sukabumi, IDN Times - Siapa bilang bertani itu pekerjaan kuno dan nggak menjanjikan? Lima pemuda asal Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, membuktikan hal sebaliknya.

Lewat kelompok bernama Indonesia Wahana Argikultur Natural (IWAN), mereka sukses melakukan panen perdana cabai organik dengan hasil yang melimpah, bahkan di tengah cuaca ekstrem yang sempat bikin banyak petani lain kewalahan.

Bermula dari lahan bekas kandang ayam, mereka berhasil menyulap tanah berbatu menjadi kebun cabai produktif. Hasilnya? Ratusan kilogram cabai dari ribuan pohon siap dijual ke pasaran.

1. Ingin buktikan anak muda bisa sukses di pertanian

Petani milenial di Sukabumi (IDN Times/Siti Fatimah)

Salah satu anggota kelompok, Gery Dwi Samudra (24), mengaku kalau semangat mereka bukan hanya soal keuntungan, tapi juga ingin menepis stigma bahwa bertani bukan pekerjaan keren untuk anak muda.

"Cita-cita kami ingin sukses di bidang pertanian supaya bisa buka lapangan kerja buat teman-teman yang belum produktif," ujar Gery saat panen perdana di Parungkuda, Senin (27/10/2025).

Sebelum mulai menanam, mereka berlima mengikuti bimbingan teknis (Bimtek) untuk belajar karakter tanaman, kondisi tanah, dan cara meminimalisir risiko gagal panen.

"Kami belajar dulu tentang karakter tanah, SOP, dan dataran MDPL. Jadi nggak asal tanam," tambahnya.

2. Dari bekas kandang ayam jadi lahan subur

Petani milenial panen cabai organik di lahan bekas kandang ayam (IDN Times/Siti Fatimah)

Prosesnya nggak instan. Mereka butuh waktu sekitar lima bulan dari pelatihan hingga panen, termasuk satu bulan penuh hanya untuk mengolah tanah litosol dan andosol yang dulunya bekas proyek kandang ayam.

"Kami bongkar bata-bata bekas proyek dan ubah lahannya supaya siap ditanami. Lumayan berat, tapi hasilnya sepadan," jelas Gery.

Semua kerja keras itu akhirnya terbayar. "Alhamdulillah, hasil panennya melimpah dan memuaskan," katanya.

3. Belajar dari krisis, beralih ke pertanian organik

Petani milenial panen cabai organik di lahan bekas kandang ayam (IDN Times/Siti Fatimah)

Anggota lainnya, Daifa Fadilah (34), mengaku keputusan untuk menanam cabai organik berawal dari refleksi diri.

"Kami sadar selama ini terlalu pragmatis dan konsumtif. Lewat pertanian organik, kami ingin berubah jadi lebih produktif dan mandiri," tutur Daifa.

Mereka sengaja memilih cabai, meski harganya sering naik turun dan risikonya tinggi. Tapi berkat metode organik, mereka bisa menekan kerugian.

"Kami pakai pupuk dan pestisida organik, biar hasilnya tetap bagus dan ramah lingkungan," jelasnya.

Dari 4.000 pohon cabai caplak, mereka memperkirakan hasil panen mencapai 200-300 kilogram, sementara jenis cabai lainnya bisa mencapai 100 kilogram. Semua keberhasilan itu nggak lepas dari kerja sama tim yang solid.

"Kami berlima punya tugas masing-masing sesuai SOP yang kami buat sendiri. Jadi semua teratur," kata Daifa.

Untuk tahap awal, hasil panen ini akan dijual langsung ke ibu rumah tangga agar lebih dekat dengan pasar lokal.

Editorial Team