Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
kabupaten cirebon (dok.geodashboard.cirebonkab.go.id)
kabupaten cirebon (dok.geodashboard.cirebonkab.go.id)

Intinya sih...

  • Skeptisisme warga lokal: Masyarakat ragu pemekaran akan membawa perubahan nyata, lebih membutuhkan perbaikan fasilitas publik yang langsung dirasakan.

  • Infrastruktur dan lapangan kerja jadi sorotan: Keluhan infrastruktur rusak, transportasi terbatas, serta minimnya lapangan kerja menjadi fokus utama.

  • Pemekaran dinilai sarat kepentingan politik: Warga meragukan pemekaran didorong oleh kepentingan politik elite, bukan solusi kesejahteraan masyarakat.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Cirebon, IDN Times - Rapat Paripurna DPRD Jawa Barat di Gedung DPRD Jabar, Selasa (10/9/2025), mengesahkan Cirebon Timur sebagai Calon Daerah Persiapan Otonomi Baru (CDPOB). Keputusan ini membuka jalan bagi bagian timur Kabupaten Cirebon untuk memulai proses panjang menuju pemekaran wilayah.

Secara formal, langkah tersebut dipandang sebagai terobosan administratif. Beberapa kalangan elite politik daerah menilai pemekaran akan mempermudah pelayanan publik serta memperkuat kapasitas pemerintahan di wilayah yang selama ini dinilai tertinggal.

Namun, euforia politik itu tidak sepenuhnya dirasakan masyarakat. Warga di lapangan justru merespons dengan nada penuh keraguan. Mereka menilai wacana pemekaran tidak serta merta menjawab kebutuhan mendesak yang dihadapi sehari-hari, mulai dari infrastruktur hingga kesempatan kerja.

1. Skeptisisme warga lokal

Tradisi nadran (sedekah laut) di Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Minggu (28/7/2024). (dok.Diskominfo Kabupaten Cirebon)

Bagi masyarakat, terutama di desa-desa wilayah timur, status administratif baru tidak otomatis membawa perubahan nyata. Slamet Riyadi (35 tahun), warga Kecamatan Pabuaran, menegaskan prioritas utama bukan soal DOB, melainkan perbaikan fasilitas publik yang bisa langsung dirasakan.

“Kalau soal DOB, kami tidak terlalu berharap. Yang kami butuhkan nyata saja. Jalan mulus, pelayanan kesehatan dekat, dan lapangan kerja yang tersedia,” ujarnya, Kamis (11/9/2025).

Menurut Slamet, akses menuju rumah sakit atau kantor pemerintahan masih jauh dan menyulitkan warga desa. Ia pesimistis pemekaran akan segera memperbaiki kondisi itu. “Kalau cuma jadi DOB tapi jalan tetap rusak, air bersih sulit didapat, dan sekolah jauh, buat apa? Kami lebih butuh layanan langsung daripada status administrasi baru,” katanya.

Sikap serupa juga disampaikan Iwan Junaedi, warga Kecamatan Mundu. Ia menilai pembangunan infrastruktur semestinya menjadi fokus utama. “Kalau infrastrukturnya dibenahi, ekonomi desa bisa bergerak. DOB itu urusan nanti, yang penting dulu kehidupan kami lebih mudah,” katanya.

2. Infrastruktur dan lapangan kerja jadi sorotan

Jalan Syekh Datul Kahfi, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon (IDN Times/Hakim Baihaqi)

Persoalan infrastruktur memang menjadi keluhan paling dominan. Banyak jalan desa rusak, transportasi publik terbatas, dan akses menuju fasilitas pendidikan maupun kesehatan terlampau jauh. Hal itu membuat masyarakat merasa pemekaran belum menyentuh akar permasalahan.

Di sisi lain, kesempatan kerja yang minim juga mendorong banyak pemuda merantau ke kota lain atau bahkan ke luar daerah. Bagi warga, isu ketenagakerjaan ini lebih urgent ketimbang perubahan status administratif. Tanpa dukungan investasi dan lapangan kerja lokal, mereka menilai DOB hanya menjadi wacana politik tanpa arah yang jelas.

“Kami ingin kehidupan yang lebih mudah, lebih layak, dan lebih produktif. Itu yang paling penting,” ungkap Iwan. Menurutnya, masyarakat akan menerima DOB sebagai keuntungan tambahan jika kebutuhan dasar lebih dulu terpenuhi.

3. Pemekaran dinilai sarat kepentingan politik

Embung Wanayasa di Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengalami penyusutan air signifikan akibat kemarau panjang yang melanda wilayah tersebut. (IDN Times/Hakim Baihaqi)

Keraguan warga juga dipicu pandangan bahwa wacana pemekaran lebih digerakkan oleh kepentingan politik elite dibanding aspirasi akar rumput. Mereka menilai status CDPOB berpotensi menjadi panggung untuk memperluas pengaruh kelompok tertentu, bukan solusi bagi kesejahteraan mayoritas masyarakat.

Masyarakat berharap pemerintah provinsi maupun daerah tidak hanya mengejar prestise politik dari pemekaran wilayah. Yang lebih penting adalah memastikan adanya pemerataan pembangunan. Perbaikan jalan, peningkatan layanan kesehatan, ketersediaan fasilitas pendidikan, dan kesempatan kerja yang merata disebut sebagai kebutuhan mendesak.

“Kalau semua itu terpenuhi, baru DOB bisa kami lihat sebagai bonus. Sekarang rasanya masih jauh dari kebutuhan riil,” ujar Slamet .

Editorial Team