Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi tren hiburan dan hobi Milllenials dan Gen Z (dok. Indonesia Millennial Gen Z Report 2025)

Bandung, IDN Times - Anak muda khususnya milenial dan generasi Z (Gen Z) saat ini menjadi garda terdepan suatu bangsa yang mengalami masa transisi. Kelompok anak muda ini memiliki pemikiran yang luas antara pandangan tradisonal dan pemikiran modern yang kemudian memberikan pandangan atas langkah politik.

Untuk itu perlu langkah tepat dalam memahami bagaimana cara anak muda berpikir baik secara individual maupun kelompok yang menekankan pada perbedaan dan persamaan.

Pemahaman pola pikir mereka pun bukan hanya di dunia nyata, tapi juga harus sejalan dengan dunia maya di mana teknologi media sosial kian kencang digunakan. Untuk sepenuhnya menghargai mereka perspektif politik, penting untuk mempertimbangkan perspektif ekonomi lanskap yang mereka lalui, khususnya tantangan yang dihadapi kelas menengah Indonesia.

Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis dari Universitas Muhammadiyah Surakarta Prof. Dr. Anton Agus Setyawan menjelaskan, bagi generasi milenial dan gen z di Indonesia jalan untuk melakukan pergerakan ke atas semakin sulit, tapi masih ada ruang optimisme. Di sisi lain, kelas menengah, yang dulunya melambangkan peluang dan pertumbuhan, sekarang telah mengalami penurunan di kisaran tahun 2018 dan 2023.

"Banyak anak muda yang mengira bahwa pendidikan yang baik dan kerja keras akan menjamin kesuksesan kini menemukan diri mereka dalam posisi yang sulit, terlalu kaya untuk mendapatkan bantuan pemerintah tetapi masih berjuang karena biaya hidup meningkat dan keamanan kerja menjadi semakin tidak pasti. Namun, tantangan ini juga merupakan panggilan untuk bertindak," kata dia dalam Buku Indonesia Millennial and Gen Z Report (IMGR) 2025 dikutip, Selasa (22/10/2024).

1. Harus ada perubahan kebijakan di kalangan menengah

Ilustrasi hobi millennials dan gen z (dok. Indonesia Millennial Gen Z Report 2025)

Menurutnya, saat ini ada pola pengeluaran yang bergesar di mana 41,3 persen anggaran kelas menengah lebih banyak dialokasikan pada makanan per 2023, naik dari 36,6 persen pada 2014. Hal ini menunjukkan penurunan daya beli, yang telah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Meski demikian, persoalan ini bukan berati tidak bisa dipecahkan. Harus ada perubahan mendasar salah satunya dengan berfokus pada pada kebijakan yang memperkuat kelas menengah dan memastikan mereka memiliki cukup uang untuk kebutuhan pokok seperti perawatan kesehatan, pendidikan, dan rekreasi, Indonesia dapat meningkatkan segmen penting ekonomi ini.

"Ada peluang nyata di sini untuk mengubah keadaan. Dengan dukungan dan kebijakan yang tepat, milenial dan gen z masih dapat mendorong pertumbuhan masa depan Indonesia," katanya.

2. Adapatasi optimalkan media sosial

ilustrasi seorang konten kreator (freepik.com/freepik)

Anton menuturkan, dengan perubahan lansekap ini para anak muda khususnya Millennial dan Gen Z ikut beradaptasi di mana mereka menemukan suara di media sosial dan mendorong perubahan. Dengan memanfaatkan potensi mereka dan mengatasi tantangan secara langsung, ada jalan ke depan menuju kelas menengah yang lebih kuat, lebih tangguh, dan masa depan yang lebih cerah bagi Indonesia.

Tujuannya jelas agar Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045. Kelas menengah harus mencapai 70 persen dari populasi dan ini bukan sekadar target, tapi harus mampu dicapai.

"Kelas menengah mendorong permintaan barang dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Daya beli mereka, bahkan pada tingkat 1,2 hingga 1,6 juta rupiah per bulan, sangat penting untuk merangsang produksi dan konsumsi. Mereka juga merupakan tulang punggung penerimaan pajak, dengan 50,7 persen wajib pajak berasal dari kelompok ini, meskipun hanya menerima 9 persen subsidi," kata dia.

3. Anak muda bisa jadi kekuatan pendorong perbaikan demokrasi dan politik

Ilustrasi (umsu.ac.id)

Sementara itu, CEO of Think Policy and Co-Head of Bijak Demokrasi Andhyta Firselly Utami mengatakan, saat ini generasi milenial dan gen z di Indonesia berada di titik kritis. Janji mobilitas ke atas yang dulunya didorong oleh ekonomi yang berkembang pesat justru perlahan meredup, membuat mereka berada dalam kondis tidak menentu.

Dengan menyusutnya kelas menengah dari 23 persen populasi pada 2018 menjadi hanya 18,8 persen pada 2023, keyakinan bahwa kerja keras dan pendidikan secara alami akan membawa kesuksesan sedang diuji dengan berat.

Mereka terjebak dalam situasi yang menantang, menghasilkan terlalu banyak untuk memenuhi syarat mendapatkan bantuan pemerintah, tetapi terus-menerus berisiko mengalami ketidakamanan finansial, di mana satu kemunduran dapat membuat mereka jatuh terpuruk. Kondisi ini membuat keamanan kerja, landasan kehidupan kelas menengah, menjadi semakin sulit diraih.

Alhasil, banyak anak muda Indonesia terdorong ke sektor informal, di mana pekerjaan menawarkan sedikit keamanan atau tunjangan. Ketidakstabilan ini tidak hanya merusak kualitas hidup mereka saat ini tetapi juga membayangi prospek masa depan mereka.

Tekanan ekonomi juga berdampak pada kesehatan mental, dengan stres, kecemasan, dan depresi menjadi lebih umum di kalangan kelas menengah, masalah yang sekali lagi dikaitkan dengan kemiskinan.

"Namun, masih ada harapan untuk perubahan. Potensi perubahan terletak di dalam kelas menengah ini jika kita dapat memanfaatkan kekuatan kolektif mereka, mendidik, dan menyatukan mereka. Mereka dapat menjadi kekuatan pendorong yang menjadikan demokrasi dan politik benar-benar berfungsi dan berpihak pada masyarakat biasa," ungkap Andhyta.

Menurutnya, generasi ini sekarang berada di titik kritis, tidak hanya menghadapi masalah tetapi juga memegang kunci solusi. Milenial dan gen z Indonesia memiliki perangkat untuk menantang status quo dan mendorong kebijakan yang benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi mereka.

"Dengan bersatu dan menuntut lebih banyak, baik itu perlindungan pekerjaan yang lebih baik, perumahan yang terjangkau, atau dukungan kesehatan mental, mereka memiliki kekuatan untuk mendefinisikan ulang apa artinya menjadi kelas menengah di Indonesia."

"Saatnya mengubah frustrasi menjadi tindakan dan membentuk masa depan di mana janji mobilitas ke atas dapat dicapai sekali lagi," ujarnya.

Editorial Team