Menurut Teddy, kekerasan seksual pada anak banyak terjadi di masyarakat, tapi tersembunyi seperti gunung es. Bila ada satu kasus yang dilaporkan, sebenarnya masih ada sembilan kasus lain yang tidak terlaporkan.
Kekerasan seksual pada anak seringkali tidak segera terungkap, seperti pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang guru di Madani Boarding School terhadap santriwatinya sampai melahirkan hingga 9 bayi telah terjadi sejak tahun 2016 dan baru terbongkar tahun 2021.
"ini terjadi karena tidak adanya pengawasan terhadap anak dari orang tua dan lingkunganya dan tidak adanya pengawasan terhadap lembaga tersebut dari intansi yang berwenang atau yang seharusnya mengawasi," kata Teddy.
Semua pihak yang senantiasa berdampingan dengan anak seperti orang tua, pengasuh, guru, lingkungan sekolah harus mengenal dan mampu menditeksi kekerasan seksual pada anak. Seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual akan mengalami dampak fisik, psikis, sosial yang bekepanjangan.
"Stimulasi seksual dan perkosaan adalah faktor predisposisi terhadap gangguan psikiatrik di kemudian hari seperti fobia, cemas, tidak berdaya, depresi (rasa malu, bersalah, citra diri buruk, perasaan telah mengalami cedera permanen), pengendalian impuls, merusak bahkan terjadi bunuh diri," ujarnya.
Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi akibat kekerasan seksual yaitu, kesulitan mempercayai orang lain, cenderung akan menolak hubungan seksual dengan lawan jenis dan lebih memilih hubungan seksual sesama jenis.