Pelaku Pariwisata Aksi di Gedung Sate, Minta Studi Tur Diizinkan Lagi

- Pekerja dan pelaku usaha pariwisata di Jawa Barat mendesak Gubernur Dedi Mulyadi untuk mencabut larangan studi tur bagi siswa sekolah.
- Massa aksi mengeluhkan tidak adanya pertemuan resmi dengan gubernur, sementara kebijakan tersebut memengaruhi pendapatan mereka secara signifikan.
- Herdi Sudardja dari Solidaritas Para Pekerja Pariwisata Jawa Barat menyebut bahwa studi tur adalah menu utama pariwisata di Jawa Barat, sehingga larangan ini harus dicabut.
Bandung, IDN Times - Sebanyak ribuan pekerja dan pelaku usaha pariwisata di Jawa Barat mendatangi kantor Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (21/7/2025). Mereka menuntut larangan studi tur bagi siswa sekolah dicabut.
Para pekerja dan pelaku usaha ini mengklaim berasal dari Jawa Barat. Mereka juga turut menyampaikan langsung keluhan serta tuntutan, juga memarkirkan bus di kawasan kantor Gedung Sate dan Jalan Diponegoro. Beberapa dari mereka heboh menyalakan klakson telolet.
1. Tuntutan hanya ada satu

Saat ditemui awak media, Koordinator aksi Solidaritas Para Pekerja Pariwisata Jawa Barat, Herdi Sudardja mengatakan, massa menuntut Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk mencabut larangan studi tur yang diberlakukan sejak beberapa bulan lalu.
"Tuntutan kami itu hanya satu, ya cabut larangan gubernur kegiatan studi tur sekolah. Dari sekolah di Jawa Barat ke luar Jawa Barat," kata Herdi, Senin (21/7/2025).
Para massa aksi sebelumnya sudah meminta adanya pertemuan dan bersurat secara resmi, namun hal tersebut tidak digubris dan belum ada upaya tatap muka antara gubernur dengan usaha transportasi pariwisata serta pekerjanya, travel agen, sektor UMKM.
"Kami sudah melakukan beberapa upaya, termasuk audensi, termasuk para pengusaha dari sektor transformasi pariwisata Jabar, sudah melayangkan surat yang saya dapat info ke Gubernur pada bulan Mei 2025. Saat itu tidak direspons oleh yang bersangkutan oleh Gubernur," kata dia.
2. Pelaku pariwisata paling terdampak

Lebih lanjut, Herdi menduga Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pilih kasih dalam bertemu dengan masyarakat. Sebab dengan pelaku usaha pariwisata dan pekerja pariwisata enggan bertemu.
"Gubernur Jabar ini sepertinya ingin bertemu dan selalu memilih oligarki. Dengan si a, si b, katakanlah mau bertemu, tapi dengan pengusaha dari sektor pariwisata tidak mau bertemu," kata dia.
Adapun jika permintaan pertemuan tidak urung dilakukan, Herdi memastikan, massa akan menyiapkan rencana berikutnya termasuk aksi lebih besar lagi. Ia menyebut aksi saat ini hanya diikuti 10 persen dari total seluruh pekerja pariwisata di Jawa Barat.
"Kalau total saya bilang tadi, yang bekerja di sektor ini di Jawa Barat sekitar 8.000. Itu yang formal. Yang informal itu sekitar 5.000, yang berarti ada 13.000. Yang informal itu saya katakan, karena bekerja di sektor transportasi itu rata-rata informal," kata dia.
3. Sopir bus banyak alih profesi

Lebih lanjut, Herdi menyebut mereka yang menikmati pariwisata di Jawa Barat didominasi dari studi tur. Sehingga kebijakan larang ini ada baiknya dicabut dan dinormalisasi kembali seperti sebelumnya.
"Saya katakan menu utama Jabar itu, jangan ada yang membantah. Karena Jabar bukan Bali. Menu utama Bali itu wisatawan asing. Menu utama Jawa Barat itu adalah wisatawan, studi tur, anak-anak sekolah yang jumlahnya cukup besar, potensi pasarnya sangat besar," ungkap dia.
Saat COVID-19, ia mengaku terdapat bantuan dari pemerintah saat pariwisata lumpuh. Namun, saat kebijakan Dedi Mulyadi diberlakukan tidak terdapat solusi yang diberikan.
Salah seorang pekerja bus pariwisata Bukit Jaya Slamet (37 tahun) mengaku sejak kebijakan larangan studi tur diberlakukan dirinya lebih banyak menganggur. Padahal sebelum kebijakan tersebut dibuat, ia mengaku dapat beroperasi sebulan 12 kali.
"Seminggu tiga kali. Sebulan 12 kali berangkat. Sekali trip Rp500 ribu. Sebulan bisa dapat Rp4 juta, sekarang sejuta gak nyampe," kata dia.