Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20250927_175537.jpg
Suasana malam pasar Pakuwon (inin nastain/IDN Times)

Intinya sih...

  • Pasar Pakuwon: Event Unik Bulanan, Dongkrak Ekonomi Warga

    • Pengunjung menikmati senja dan berbelanja dengan mata uang tak biasa di lokasi pasar yang berada di tengah pesawahan.

  • Pengunjung dari luar kota merasa lelah di perjalanan tapi terbayar dengan suasana Pasar Pakuwon yang menyegarkan.

  • Jajanan lokal dan transaksi unik di pasar tersebut membantu menghidupkan perekonomian warga setempat.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Majalengka, IDN Times- Angka waktu di ponsel menunjukkan pukul 14.30WIB pada Sabtu (27/9/2025). Kendaraan roda empat dari berbagai daerah seperti Jakarta dan Bandung mulai memadati kawasan Ciboer Pass, Desa Bantaragung, Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka.

Tak sedikit para sopir yang kemudian bertanya lokasi parkir kepada petugas di pintu masuk kawasan tersebut. Mereka ada yang hendak mengantar tamu untuk berwisata atau membawa keluarganya berlibur ke ke Pasar Pakuwon, sebuah agenda bulanan di kawasan Ciboer Pass.

Dibandingkan pasar lainnya, Pasar Pakuwon memiliki ciri khas. Selain pelaksanaannya yang hanya ada sekali dalam sebulan, lokasi pasar yang tidak seperti pasar pada umumnya justru jadi buruan wisatawan. Bukan di tengah pemukiman, tempat ini justru berada di tengah pesawahan dengan jenis lahan yang berundak

1. Menikmati senja, belanja dengan mata uang tak biasa

Pengunjung memperlihatkan Benggol (inin nastain/IDN Times)

Untuk sampai di pasar Pakuwon sendiri, pengunjung akan melewati pematang sawah yang jarang ditemui di kota-kota besar. Namun tak perlu khawatir karena akses menuju pasar jalannya sudah bagus, dicor, sehingga aman untuk dilewati.

Gemericik air sungai kecil yang berada di bagian bawah pasar, menambah suasana tenang saat berkunjung ke pasar itu. Sensasi menikmati jajanan akan semakin sempurna saat menjelang magrib ketika matahari berpamitan menuju peraduan.

Suasana itu pula lah yang menjadi alasan mengapa Pasar Pakuwon ini mulai siang sejak pukul 14.00 WIB hingga malam sekitar pukul 21.00 WIB menjadi buruan wisatawan.

Selain itu, keunikan di pasar ini adalah soal transaksi antara pembeli dan penjual. Sebanyak apapun uang yang di bawa, pengunjung tidak bisa membeli apapun di pasar ini jika belum menukarnya dengan benggol.

Ya, para pedagang hanya akan menerima konsumen dengan alat tukar bernama Benggol yang berbentuk bulat terbuat dari kayu.

Untuk mengantongi mata uang Pasar Pakuwon, pengunjung tidak perlu bingung cara mendapatkannya. Di bagian depan pasar atau sebelum masuk ke deretan warung, terdapat gerai penukaran uang rupiah menjadi Benggol.

"Yang paling menariknya teh, ada Benggol buat jajannnya. Beda sama tempat lain," tutur Tiara yang berasal dari Kecamatan Jatiwangi, di sela-sela menikmati jajanan Pasar.

Dia merupakan warga dari Kabupaten Majalengka yang datang bersama temannya, Azizah, yang berasal dari Cirebon. Meskipun jarak mereka ke lokasi pasar relatif dekat, tetapi keduanya mengaku belum lama mengetahui keberadaan pasar wisata ini.

"Taunya ya dari Instagram. Ini pertama kali, dan kayaknya bakal kesini lagi deh. Jajanannya macam-macam, ada tradisional dan kekinian juga. Terus suasananya enak, bisa liat sunset juga. Ketambah lagi ada hiburannya, tari gitu," jelas mereka serempak.

2. Lelah di perjalanan tapi terbayar di Pasar Pakuwon

Menikmati suasana pasar di pinggir sungai (inin nastain/IDN Times)

Selain Tiara dan Azizah, ada juga pengunjung yang datang dari jauh, yaitu Anton dan Angel. Mereka adalah pasangan suami istri dari Jakarta. Keduanya rela berjauh-jauh mengendarai mobil hanya untuk mengobati rasa penasaran.

Pertanyaan di benakanya, seperti apa sih objek wisata di Kabupaten Majalengka, khususnya Pasar Pakuwon yang berada di kawasan Ciboer pass?

"Tau pasar ini, pastinya dari medsos. Gak ada teman ataupun saudara. Kami bener-bener datang dari Jakarta langsung," kata Angel, di sela menikmati matahari terbenam, sambil ngemil makanan tradisional.

Kebiasaan Anton dan Angel berselancar di medsos, akhirnya membawa mereka duduk di tengah-tengah Pasar Pakuwon pada Sabtu terakhir September itu. Dalam hal touring, pasutri itu bukanlah amatiran.

"Kami penasaran sama yang namanya Bantaragung. Jadi kami memang tidak ada saudara, tidak ada kenalan di sini. Sebenarnya kami memang suka keliling. Mau tau, alam Indonesia itu kaya apa. Kami liat (Pasar Pakuwon) di medsos. Akhirnya sama istri 'yuk kita coba," kata Anton.

Lelah perjalanan panjang dari Jakarta, tidak lagi dirasakan oleh pasutri itu. Jalanan macet Jakarta yang yang jadi pemandangan sehari-hari kini berubah jadi sesuatu yang menyegarkan saat duduk di tengah Pasar Pakuwon dengan fanorama alam yang menenangkan.

"Ini bagus, pake banget. Pagi dari rumah, terus istirahat di penginapan. Terus langsung ke sini. Kami ke sini bawa mobil. Pengin liat-liat, Majalengka tuh, khususnya Bantaragung seperti apa. Ternyata, amazing," jelas Anton berapi-api.

Tidak berhenti di suasana sekitar. Proses transaksi di Pasar Pakuwon juga mencuri perhatian tersendiri bagi Anton dan Angel.

"Untuk transaksinya, ini jadi mengingat zaman dulu. Ini yang unik. Kayaknya kita kembali ke masa lampau. Kita melihat ke belakang, saat sebelum adanya mata uang. Ya (seperti) ini lah mungkin," jelas dia.

"Yang bikin unik tuh, jajanan dan cara pembayarannya. Tadi pake cash. Tadi takutnya gak bisa (pake Qris)," timpal Angel

3. Wisata dongkrak ekonomi warga

Jajan gorengan (inin nastain/IDN Times)

Jajanan yang disajikan di pasar itu didominasi oleh jajanan lokal, seperti Sorabi, Jalabia (mirip donat), Lotek (sambel) kucur, Jalakoket, dan lain-lain. Tidak hanya makanan saja. Di sini juga dijajakan dagangan yang bisa dibawa pulang seperti Pete, Bawang, Mangga, dan sayuran lainnya.

Keberadaan para pedagang itu tentunya telah menghidupkan perekonomian. Beberapa pedagang mengaku Pasar Pakuwon cukup membantu untuk ekonomi mereka. Ahdi, adalah salah satu warga setempat yang ikut membantu istrinya Ilah berjualan di Pasar Pakuwon itu.

Serabi dipilih sebagai menu yang mereka tawarkan untuk para pengunjung pasar.

"Mulai dagang serabi dari pas covid. Sehari-hari emang dagang sorabi di rumah. Pas ada event, ya ke sini. Sejak awal ada pasar udah ikut," kata Ahdi.

Bagi Ahdi, Pasar Pakuwon membawa berkah tersendiri. Bagaimana tidak, dalam kurun waktu dari pukul 14.00-21.00, bisa meraup sekitar Rp600 ribu-Rp700 ribu.

"Mending di sini, lumayan di sini. Dapat Rp600-Rp700 ribu lah. Habis 10 kilogram. Kalau di rumah paling tiga kilogram. Di rumah biasa dagang pas pagi, buat sarapan. Alhamdulillah, sangat membantu," kata dia.

Berkah adanya Pasar Pakuwon juga dirasakan Anah. Dengan menjajakan Lotek Kucur, Anah bisa meraup rezeki sekitar Rp500 ribu di pasar tersebut.

"Kalau di rumah, saya mah jualannya keripik. Kalau di sini mah Lotek. Lumayan kebantu lah. Ngebantu banget buat jajan anak. Rata-rata 50 porsi. Memang kadang masih nyisa dikit. Ya dapat lah Rp500 ribu an mah," jelas dia semringah.

Lahan yang saat ini digunakan untuk Pasar Pakuwon sendiri sejatinya tanah bengkok (tanah pertanian milik desa) desa Bantaragung. Sebelumnya, lahan tersebut digunakan untuk menanam padi, sama seperti sekitarnya yang saat ini masih berupa pesawahan.

"Ini dulunya sawah, tanah bengkok bagian Pak Kuwu (Kades), tapi hasilnya gak bagus. Untuk luasan pasar sekitar 200 bata (1 bata=14 meter persegi)," kata pengelola Pasar Pakuwon Wawan Hernawanto.

Pasar Pakuwon sendiri sudah berlangsung sebanyak 11 kali, dimulai Oktober 2024 lalu. Saat ini, tercatat sebanyak 10 pelaku UMKM yang menghidupkan ekonomi di pasar.

"Di sini juga terlibat UMKM yang ada di Bantaragung sini. Ada perwakilan dari pedagang keliling. Ada juga ibu-ibu PKK yang dilibatkan di sini. Sekarang di atas 10 UMKM dan juga ada ibu-ibu PKK yang dilibatkan di sini," kata dia.

Melihat antusiasme warga berkunjung ke pasar, perputaran ekonomi di sini dipastikan hidup. Apalagi pengunjung tidak hanya datang dari sekitaran Majalengka saja.

"Untuk satu kali kunjungan, itu di atas seribu orang. Kebanyakan dari Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka,dan Kuningan). Ada juga dari Bogor, Jakarta, dan lain-lain. Kami sudah kerjasama dengan agent-agent travel di Jakarta. Jadi ada trip khusus ke Desa Wisata Bantaragung. Pagi aktivitas di Curug Cipeteuy, siang aktivitas di sini," jelas dia.

"Ini mungkin hajatan tiap bulan ya. Karena tiap hari, mungkin belum tentu dapat omzet sebesar di pasar ini. Mungkin saja mereka punya harapan lah di sini supaya lebih laris," lanjut Wawan.

4. Desa wisata yang kian dikenal

Transaksi pake Qris (inin nastain/IDN Times)

Desa Bantaragung sendiri saat ini dikenal sebagai desa wisata. Dalam perjalanannya, ada keterlibatan Bank Indonesia (BI) yang melakukan pembinaan.

Salah satu pembinaan yang dilakukan BI di desa wisata Bantaragung adalah di sektor pertanian, yang lokasinya persis di dekat Pasar Pakuwon.

"BI untuk pertanian. Kalau ini (Pasar Pakuwon) mah, nambalan lah. Bagaimana caranya tamu bisa berlama-lama di sini. Jadi ada event ini," jelas Wawan.

Julukan desa wisata untuk Bantaragung sendiri memang tidak berlebihan. Di desa ini terdapat beberapa objek wisata, di antaranya Curug Cipeteuy.

Dari kolaborasi yang dijalin dengan BI, akhirnya pihak pengelola memutuskan untuk penggunaan Qris dalam setiap transaksi, termasuk di Pasar Pakuwon. Penggunaan Qris tersebut sekaligus mengikuti arahan BI terkait pengggunaan uang non-cash.

"Untuk penukaran Benggol, karena kami dibina Bank Indonesia, selain transaksi uang cash, ada juga Qris. Ada beberapa event juga di sini yang transaksinya pake Qris," kata Wawan, yang sekaligus pengelola desa wisata Bantaragung itu.

Terkait penggunaan Benggol untuk transaksi, Wawan menyebut itu berawal dari rapat yang dilakukan oleh penggiat wisata desa setempat. Dalam rapat itu diambil kesimpulan harus ada ciri khas dari Pasar Pakuwon itu.

"Jadi kami, Fokdarwis (kelompok sadar wisata) di sini ada ngumpul-ngumpul, kemudian muncul gagasan bahwa untuk datang ke pasar Pakuwon ini, minimalnya harus ada ciri khas tersendiri. Pak Kuwu menamai ini Benggol," papar dia berapi-api.

Sektor wisata di Kabupaten Majalengka dalam beberapa tahun terakhir, sukses mencuri perhatian. Tidak hanya objek daya tarik (odtw) berbasis alam saja.

Di Kabupaten Majalengka juga muncul event-event yang cukup menyedot perhatian dari masyarakat luas. Atas beberapa aktivitas itu, Majalengka sempat diganjar sebagai salah satu Kabupaten Kreatif dari pemerintah pusat.

Plt. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Cirebon Fickry Widya Nugraha menilai, Majalengka memiliki potensi wisata yang cukup besar. Potensi-potensi itu, tentunya mampu mendongkrak ekonomi masyarakatnya.

"Kalau kita lihat konteks, biasanya kan BPS menghitung namanya produk domestik regional bruto (PDRB). Diukur dalam pertumbuhan. Nah Pak Prabowo kan punya visi ke depan delapan persen," kata dia.

"Saya punya angka Majalengka. Majalengka itu memang belum sampai delapan. Yang sampai delapan itu Kuningan. Ini potensi nya belum apa-apa ini, masih baru. Kalau ini nanti banyak penginapan. Ini masih bisa dikembangkan, kata Fickry.

Terkait Pasar Pakuwon, Fickry menyebut masih banyak potensi yang perlu digali. Keterlibatan pemerintah, tentunya memiliki peran penting untuk mengembangkan event itu.

"Pasar pakuwon, itu kan kaya pasar wisata baru ya. Nanti mungkin bisa dikembangkan. Memang butuh sentuhan pemerintah. Gak bisa sendiri, swasta. Ini potensinya besar, tapi perlu didorong lah," jelas dia.

Desa wisata Bantaragung, termasuk di dalamnya Pasar Pakuwon membuktikan mampu mendongkrak ekonomi. Seiring berjalannya waktu, wisata tidak lagi hanya berimbas ke kelompok penggiat wisata saja.

"Keterlibatan masyarakat. Tadinya pariwisata mungkin Fokdarwis aja. Dan pemilik homestay. Tapi sekarang dengan adanya pasar, anak-anak muda sudah bertambah, sekitar 25 orang (dalam) sekali penyelenggaraan," kata Analis Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM, Keuangan Inklusif & Syariah Muhammad Harun Al Rasyid.

"Keikutsertaan itu juga jadi indikator yang sangat baik. Tadi kan pariwisata yang tadinya hanya dirasakan oleh anggota Fokdarwis, sekarang nambah ada 25 orang baru yang mendapatkan penghasilan," lanjut dia.

5. Bisa jadi percontohan

Memilih pete di pasar Pakuwon (inin nastain/IDN Times)

Pasar Pakuwon, menjadi contoh bagaimana kegiatan yang dikelola dengan baik, bisa mendongkrak ekonomi warganya. Kehadiran orang-orang yang memang memiliki skill dalam membuat konsep dan jaringan yang luas, menjadi kunci dari sebuah kegiatan agar bisa berdampak positif bagi warganya.

"Bisa membangkitkan ekonomi warga sekitar, iya. Ketika dikelolanya dengan baik. Karena kan, selama ini, dikelolanya oleh orang-orang yang berkecimpung di bidang seni dan budaya. Sehingga bisa menghadirkan orang luar," kata anggota Komisi II DPRD Majalengka Iif Rivandi.

"Membuka peluang warga sekitar untuk berdagang. Dan pengelola mencoba menarik masyarakat luar untuk datang, belanja. Itu meningkatkan ekonomi sekitarnya," lanjut politikus PDIP itu.

Dari aktivitas yang ada di Pasar Pakuwon, Iif melihat setidaknya dua bidang yang dicapai yakni Kearifan lokal dan ekonomi. "Menjaga kebudayaan. Karena yang dijual juga makanan tradisional. Berarti kan pelestarian. Jadi, apakah event Pasar Pakuwon bisa meningkatkan ekonomi, jelas iya," beber dia.

Aktivitas serupa juga sejatinya bisa diterapkan di tempat lain. Namun, Iif kembali menggarisbawahi tentang konsep yang harus disiapkan.

"Bisa diterapkan di tempat lain. Kuncinya, ya konsep dari pengelola itu sendiri. Bagaimana menarik orang dari luar. Pasar Pakuwon itu kan, bagaimana orang luar bisa datang ke situ. Komunitas kan memiliki jaringan," Kata Iif.

"Tapi juga, jangan sampai kesuksesan Pasar Pakuwon, lalu langsung 'ah kami juga bisa.' Kalau tidak punya konsep dan kemampuan untuk menarik minat orang luar, ya susah. Kuncinya, konsep," lanjut dia.

Editorial Team