Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi flexing (unsplash.com/Joel Muniz)
ilustrasi flexing (unsplash.com/Joel Muniz)

Intinya sih...

  • ASN dan keluarga dilarang flexing

  • Acara dinas harus hemat dan efektif

  • Sanksi menanti ASN yang melanggar aturan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Cirebon, IDN Times - Pemerintah Kabupaten Cirebon resmi mengambil langkah tegas untuk menekan perilaku pamer gaya hidup mewah di kalangan aparatur negara.

Bupati Cirebon, Imron Rosyadi, pada Kamis (11/9/2025) mengumumkan kebijakan larangan flexing bagi seluruh pejabat maupun Aparatur Sipil Negara (ASN).

Aturan ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Menteri Dalam Negeri yang dikeluarkan awal September, sekaligus penegasan bahwa pejabat daerah wajib mengedepankan kesederhanaan.

Imron menekankan, larangan tersebut tidak sebatas pada lingkungan kerja saja, tetapi juga melekat dalam keseharian, termasuk aktivitas di media sosial.

"ASN dan pejabat publik itu digaji oleh rakyat. Jangan sampai ada perilaku yang justru menyakiti perasaan masyarakat. Prinsip kita sederhana, jalani hidup apa adanya,” ujar Imron, Jumat (12/9/2025).

1. Keluarga juga wajib menahan diri

Ilustrasi flexing dapat kado (pexels.com/Yan Krukau)

Uniknya, kebijakan ini juga menyasar anggota keluarga pejabat dan ASN. Imron menilai, sering kali justru keluarga yang mengumbar gaya hidup di dunia maya.

Menurutnya, perilaku semacam ini bisa memunculkan citra buruk seolah pemerintah daerah hanya mementingkan diri sendiri.

“Bukan hanya pejabatnya yang tidak boleh pamer, keluarganya pun harus menahan diri. Karena yang dinilai publik bukan hanya individu, tetapi lingkaran terdekatnya,” kata Imron.

Dengan demikian, ia berharap ruang digital tidak lagi dipenuhi konten-konten mewah dari kalangan pejabat daerah.

Larangan ini bukan sekadar aturan formal, melainkan juga pesan moral. Pejabat publik dianggap memiliki tanggung jawab lebih besar untuk memberi teladan kesederhanaan.

“Kalau masyarakat lihat pejabatnya hidup sederhana, kepercayaan akan meningkat. Sebaliknya, kalau pamer, yang muncul hanya rasa muak,” tegasnya.

2. Acara dinas harus hemat dan efektif

ilustrasi flexing (unsplash.com/Ondrej Bocek)

Selain perilaku pribadi, Bupati Cirebon juga mengatur ulang cara pemerintah daerah menyelenggarakan kegiatan kedinasan. Ia melarang adanya pesta atau acara berlebihan atas nama dinas.

Semua agenda resmi, kata Imron, harus dilaksanakan secara sederhana, hemat, dan efisien.

“Anggaran itu uang rakyat. Jangan sampai dipakai untuk sekadar seremonial yang tak bermanfaat. Lebih baik diarahkan untuk infrastruktur, pelayanan publik, atau kebutuhan masyarakat yang benar-benar mendesak,” katanya.

Kebijakan ini sekaligus mempertegas prinsip efisiensi dalam pengelolaan APBD. Imron meminta agar pejabat tidak menjadikan kegiatan kedinasan sebagai ajang unjuk kemewahan.

Dengan demikian, setiap rupiah yang dibelanjakan pemerintah dapat berdampak nyata bagi kepentingan warga.

3. Sanksi menanti ASN yang melanggar

Ilustrasi flexing (Pexels.com/Karolina Kaboompics)

Untuk memastikan aturan berjalan, Bupati akan menyampaikan kebijakan ini ke seluruh organisasi perangkat daerah (OPD). Ia menuntut setiap kepala OPD menindaklanjuti dengan peraturan internal agar disiplin bisa ditegakkan hingga ke tingkat bawah.

“Kalau hanya imbauan, hasilnya tidak akan terlihat. Harus ada mekanisme evaluasi, bahkan sanksi sesuai aturan kepegawaian bila ada yang melanggar,” ujar Imron.

Menurutnya, hak individu untuk menikmati hasil kerja memang diakui. Namun, pejabat publik tidak bisa disamakan dengan warga biasa karena ada beban moral yang melekat pada jabatan. ASN, kata dia, adalah pelayan publik, bukan sosok yang harus dilayani.

Editorial Team