Bandung, IDN Times - Pemerintah seakan-akan tak ada berhenti membuat rakyat kecil kebingunan dengan berbagai kebijakan yang diterapkan. Mulai pembelian BBM bersubdisi menggunakan MyPertamina di beberapa daerah di Indonesia, hingga kewajiban pemakaian nomor induk kependudukan (NIK) atau aplikasi PeduliLindungi untuk mendapatkan minyak goreng (migor) curah.
Khusus pembelian migor curah, pada pedagang dan pembeli pun mengeluhkan sistem jual beli yang jadi tidak praktis. Karena ketika pembeli tidak membawa ponsel untuk menunjukan diri telah terdaftar di PeduliLindungi, maka wajib menunjukkan NIK. Kemudian pedagang mencatat nomor tersebut sebagai pendataan.
"Ya ribet saja jadinya. Biasa tinggal jual kalau orang mau beli. Sekarang kalau mereka tidak ada PeduliLindungi jadi harus catat NIK-nya, ini tambah kerja pedagang saja," ujar Barojah, salah satu pedagang sembako di Pasar Kosambi, Jumat (1/7/2022).
Menurutnya, pembelian minyak goreng seharusnya bisa dilakukan dengan transaksi biasa tanpa perlu ditambahkan hal-hal lainnya, karena pembelian kebutuhan pokok sangat sering dilakukan masyarakat. Dalam kondisi ramai pembeli dan mereka tidak bisa menunjukkan aplikasi PeduliLindingi, maka itu menjadi pekerjaan yang melelahkan untuk mencatat NIK setiap orang.
Keluhan ini pun disampaikan sejumlah pedagang dan pembeli di pasar tradisional Kota Cirebon. Mereka menilai kebijakan pembelian minyak goreng curah dengan aplikasi PeduliLindungi.
Selain merepotkan saat melakukan transaksi, kebijakan pemerintah pusat itu membuat bingung pembeli yang kebanyakan ibu-ibu. Mereka akan menolak jika kebijakan tersebut diharuskan oleh pemerintah.
Seperti yang dirasakan pedagang di Pasar Kramat Kota Cirebon, Yayah (41 tahun), mengaku sudah tak lagi menghiraukan imbauan pemerintah pusat.
Dia merasa kebijakan itu tidak efektif digunakan untuk melayani pelanggan di pasar tradisional. Karena itu, dia memilih kembali melayani pembeli dengan cara manual. Dengan kata lain, tidak lagi menggunakan aplikasi PeduliLindungi yang disarankan pemerintah pusat.
"Bukan saja ribet ya, kami menolak sekali kebijakan itu (aplikasi PeduliLindungi). Ibu-ibu jarang ada yang mengerti cara mengoperasikannya. Mereka juga jarang bawa HP ke pasar, kalau ada juga HP jadul (bukan smartphone)," ujar Yayah saat ditemui IDN Times di Pasar Kramat, Jalan Siliwangi, Kota Cirebon.