Suasana Gedung Sate Pasca Kabar Pegawai Diindikasikan Positif COVID-19. (IDN Times/Azzis Zulkhairil)
Dewasa ini, ahli sejarah di Indonesia kerap memperdebatkan tanggal kelahiran Paguyuban Pasundan. Tidak semua pakar percaya bahwa Paguyuban Pasundan lahir pada 20 Juli 1913 di rumah D.K. Ardiwinata. Hal tersebut bisa dimaklumi, mengingat banyaknya organisasi yang lahir sebelum kemerdekaan Indonesia tidak menganggap penting tanggal kelahirannya.
Seperti dicatat Edi S. Ekadjati dalam buku Kebangkitan Kembali Orang Sunda (2004, hlm. 32), tiga buku peringatan lahirnya Paguyuban Pasundan yang terbit sebelum perang (sebelum 1942) tidak mengemukakan secara jelas hari lahir dari organisasi tersebut. “Rupanya pada waktu itu hal tersebut (penentuan hari lahir) dipandang tidak terlalu penting. Yang lebih penting adalah fungsi peringatannya bagi dinamika dan kemajuan organisasinya,” tulis Edi.
Menurut Memed Erawan, anggota Pengurus Paguyuban Pasundan ketika menghadiri acara Sarasehan Titimangsa Gumelarna Paguyuban Pasundan pada 20 Juli 2002 di Bandung, kelahiran organisasi tersebut mulanya diperingati saban tanggal 9 Desember. Tanggal tersebut rupanya diambil dari momentum penanggalan belsuit Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang mengesahkan payung hukum Paguyuban Pasundan.
Namun, ketika Paguyuban Pasundan dipimpin R.S. Suradiradja (1947-1968), tanggal kelahiran diubah menjadi 22 September 1914. R.S. Suradiradja mengambil tanggal itu berdasarkan keterangan pembentukan organisasi versi beberapa orang pelajar STOVIA asal Sunda.
Berbagai asumsi tersebut terpatahkan oleh artikel majalah Papaes Nonoman. Artikel itu merupakan dokumen historis yang diungkap oleh peneliti dan penulis sejarah, yakni Suharto, pada awal tahun 1990-an guna melengkapi bahan magisternya.
Artikel yang berjudul Verslag Pagoejoeban Pasoendan Taoen 1915 ini ditulis D.K Ardiwinata. Artikel disusun pada Oktober 1914 dan menjelaskan bahwa Paguyuban Pasundan telah didirikan, bahkan telah berusia satu tahun lebih, atas inisiatif para siswa STOVIA.
Salah satu potongan artikel berbahasa Sunda dan berejaan lama yang menjadi dokumen penting itu berbunyi: “Dina ping 20 Djoeli 1913 andjeuna ngadamel bijeenkomst di boemina D.K. Ardiwinata. Anoe saroemping harita seueur pisan sapertos moerid-moerid ti H.B.S, K.W.S, S.T.O.V.I.A, sareng istri-istri ti Bogor, goeroe-goeroe, sareng seueur-seueur deui.”
Jika diartikan dalam bahasa Indonesia, potongan artikel itu berbunyi: “Pada tanggal 20 Juli 1913 beliau membuat bijeenkomst (pertemuan) di rumahnya D.K Ardiwinata. Yang hadir ketika itu banyak sekali seperti murid-murid dari H.B.S, K.W.S, S.T.O.V.I.A, dan para perempuan dari Bogor, guru-guru, juga masih banyak lagi.”
Memperingati HUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia. Kampanye ini didasarkan atas pengalamanan unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya. Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.