Siswa berkebutuhan khusus di SDN 2 Weru Kidul lebih memilih belajar di perpustakaan daripada di kelas. (IDN Times/Wildan Ibnu)
Keceriaan anak-anak berkebutuhan khusus terlihat di lingkungan di SDN 2 Weru Kidul. Mereka berbaur tanpa ada sekat ruang untuk bermain dan belajar bersama. Sikap saling menghormati dan menyayangi antar sesama sudah diajarkan sejak pertama kali masuk sekolah. Salah satunya, Fani. Siswa kelas IV ini adalah penyandang kebutuhan khusus (autis).
Bagi orang yang belum kenal, tampak tak ada perbedaan bahwa Fani mengidap Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) ringan. Dia cenderung suka dengan dunianya sendiri. Fani punya kebiasaan unik dari siswa non disabilitas. Oleh para guru, Fani dianggap siswa yang enerjik dan mudah bosan.
Di kala siswa lain sibuk beraktivitas belajar, Fani memilih meninggalkan kelas untuk pergi ke kantin kecil di sudut lingkungan sekolah. Untuk membuat nyaman Fani dan siswa lain, guru-guru berinisiatif membuat perpustakaan mini di kantin. Kebetulan, pihak sekolah belum punya perpustakaan karena minimnya anggaran sekolah.
"Fani ini suka dengan dunianya sendiri. Dia lebih banyak belajar di perpustakaan di kantin. Karena orang tuanya menitipkan barang dagangannya, Fani juga kadang-kadang ikut bantu jualan ke teman-temannya," ujar Suhadi.
Di perpustakaan mini itulah Fani lebih belajar dan membaca buku pilihannya. Bahkan, setelah jam istirahat usai, Fani merapihkan buku-buku yang berserakan kemudian ditempatkan di tempat sedia kala. Kebiasaan Fani membuat para guru kagum. Tak hanya mahir membaca, Fani pun mampu menjelaskan isi buku yang sudah dibacanya.
Siswa usia 11 tahun itu pun jeli memperhatikan nasi bungkus milik ibunya yang dititipkan di kantin. Di sela-sela waktu belajar, Fani juga ikut menjajakan barang dagangan orang tuanya kepada siswa lain.
"Fani bosan di kelas, mau baca buku. Ini bukunya berantakan mau dibereskan dulu biar rapih," jawab Fani dengan wajah polosnya.
Kelucuan anak berkebutuhan khusus pun diperlihatkan Yudan dan Ilham. Mereka memang sedikit pemalu dan pendiam saat ditemui orang yang tak dikenalinya. Akan tetapi, mereka tampak ceria saat bel istirahat berbunyi. Yudan tak jarang menghibur teman-temannya dengan berjoget. Sedangkan Ilham kerap menunjukkan hasil karya menggambarnya di kelas.
Menurut Suhadi, untuk membantu menumbuh-kembangkan kemampuan siswa berkebutuhan khusus, diperlukan perhatian dari mulai hal terkecil namun sarat nilai edukasi. Menurutnya, tidak ada siswa yang tidak pintar, yang ada adalah bagaimana menumbuhkan minat dan keterampilan siswa yang beragam.
"Anak-anak berkebutuhan khusus ini punya keterampilan yang unik yang kadang nggak dimiliki siswa non disabilitas. Untuk itu harus ditangani secara khusus dan diarahkan untuk mengembangkan kemampuannya," tutup Suhadi.