Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) melanda Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Sebanyak 1.126 pekerja PT Yihong Novatex Indonesia, sebuah perusahaan tekstil di kawasan industri setempat kehilangan pekerjaan secara mendadak
Kondisi ini kemudian menjadi perhatian serius Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Cirebon.
Kepala Disnaker, Novi Hendrianto, mengakui pihaknya telah menerima laporan dari serikat pekerja dan langsung menindaklanjuti dengan mengagendakan beberapa kali sesi mediasi antara buruh dan manajemen perusahaan.
“Kami berupaya mengedepankan pendekatan hukum dan dialog. Ini bukan perkara sederhana. Kami bicara tentang ribuan keluarga yang menggantungkan hidup dari pekerjaan di sana,” kata Novi.
Namun, hingga memasuki minggu pertama April 2025, proses mediasi belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pihak perusahaan memilih irit bicara dan hanya menyampaikan alasan PHK sebagai bagian dari efisiensi operasional akibat penurunan order dari klien luar negeri.
Pernyataan itu justru membuat pihak Disnaker semakin mempertanyakan motif di balik kebijakan sepihak tersebut. Menurut Novi, tidak ada indikasi bahwa perusahaan mengalami kebangkrutan atau pailit.
“Berdasarkan hasil pemantauan dan audit kami, PT Yihong Novatex tidak dalam kondisi keuangan yang mengkhawatirkan. Maka dari itu, alasan efisiensi seolah hanya menjadi dalih untuk menghindari kewajiban perusahaan terhadap pekerjanya,” ujarnya.
Di sisi lain, pemerintah daerah pun ikut turun tangan. Dalam salah satu pertemuan mediasi yang digelar pekan lalu, Bupati Cirebon hadir langsung untuk mendorong terjadinya solusi yang adil bagi kedua belah pihak.
Pemerintah daerah mencoba menjadi jembatan antara buruh dan perusahaan, sembari tetap menjaga iklim investasi di wilayahnya.
“Kami ingin ada keseimbangan. Perlindungan tenaga kerja penting, tapi kami juga tidak ingin industri hengkang dari Cirebon. Namun, kalau perusahaan melanggar aturan, tentu tidak bisa kita biarkan,” kata Bupati Cirebon, Imron Rosyadi.