Minta Ketemu Dedi Mulyadi, Pelaku Pariwisata Adu Mulut dengan ASN Jabar

- Pelaku pariwisata di Jawa Barat menuntut dicabutnya larangan studi tur bagi siswa sekolah.
- Mereka meminta audiensi dengan Gubernur Dedi Mulyadi, namun hanya ditemui oleh staf Biro Kesra.
- Massa aksi menyatakan bahwa jika permintaan pertemuan tidak dipenuhi, mereka akan melakukan aksi lebih besar lagi.
Bandung, IDN Times - Aksi massa pelaku pariwisata yang menuntut dicabutnya aturan larangan studi tur diwarnai adu mulut dengan ASN Pemprov Jabar. Massa meminta Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk memberikan audiensi melalui sambungan telepon namun tidak urung terpenuhi.
Akhirnya, Staf Biro Kesra Juan yang datang menemui massa aksi turut beradu mulut. Sejumlah perwakilan yang diberikan kesempatan masuk ke halaman Gedung Sate. Mereka pun terus meminta agar keputusan Gubernur Dedi Mulyadi melalui Surat Edaran 43/PK.03.04/KESRA agar segera dicabut.
"Pak Dedi Mulyadi kan rajin buat konten, sekiranya bisa ditelepon untuk memberikan keputusan terhadap kami," ujar salah satu perwakilan.
1. Massa minta larangan studi tur dicabut hari ini

Beberapa perwakilan massa lainnya menimpali dan meminta untuk konfirmasi langsung ke Sekda Provinsi Jabar. Namun, Juan tetap meminta agar massa aksi bersabar dan menunggu koordinasi dirinya dan pimpinan.
Namun, karena banyaknya permintaan dari perwakilan massa aksi untuk mengkonfirmasi salah satu pimpinannya, akhirnya Juan menelfon langsung dihadapan mereka. Sayangnya tidak berlangsung lama telepon langsung dimatikan.
Kemarahan perwakilan massa aksi pun kembali memuncak, hingga akhirnya Juan menegaskan akan minta waktu berkoordinasi dengan pimpinan untuk memberikan keputusan atas tuntutan ini.
"Sabar-sabar. Izinkan saya minta waktu untuk memberikan keputusan, saya jamin keputusan hari ini," ucapnya.
2. Tidak ada tuntutan lain selain mencabut SE larangan studi tur

Ribuan pekerja dan pelaku usaha pariwisata di Jawa Barat menggeruduk kantor Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (21/7/2025). Mereka menuntut larangan studi tur bagi siswa sekolah dicabut.
Para pekerja dan pelaku usaha ini mengklaim berasal dari Jawa Barat. Mereka menyampaikan langsung keluhan serta tuntutan, dan memarkirkan bus di kawasan kantor Gedung Sate dan Jalan Diponegoro. Beberapa dari mereka menyalakan klakson telolet.
Saat ditemui awak media, Koordinator aksi Solidaritas Para Pekerja Pariwisata Jawa Barat, Herdi Sudardja mengatakan, massa menuntut Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk mencabut larangan studi tur yang diberlakukan sejak beberapa bulan lalu.
"Tuntutan kami itu hanya satu, ya, cabut larangan gubernur kegiatan studi tur sekolah. Dari sekolah di Jawa Barat ke luar Jawa Barat," kata Herdi, Senin (21/7/2025).
3. Tuding Dedi Mulyadi pilih kasih dalam bertemu dengan masyarakat

Para massa aksi sebelumnya sudah meminta pertemuan dengan bersurat secara resmi, namun hal tersebut tidak digubris dan belum ada upaya tatap muka antara gubernur dengan usaha transportasi pariwisata serta pekerjanya, travel agen, sektor UMKM.
"Kami sudah melakukan beberapa upaya, termasuk audensi, termasuk para pengusaha dari sektor transformasi pariwisata Jabar, sudah melayangkan surat yang saya dapat info ke Gubernur pada bulan Mei 2025. Saat itu tidak direspons oleh yang bersangkutan, oleh Gubernur," kata dia.
Lebih lanjut, Herdi menduga Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pilih kasih dalam bertemu dengan masyarakat. Sebab dengan pelaku usaha pariwisata dan pekerja pariwisata enggan bertemu.
"Gubernur Jabar ini sepertinya ingin bertemu dan selalu memilih oligarki. Dengan si a, si b, katakanlah mau bertemu, tapi dengan pengusaha dari sektor pariwisata tidak mau bertemu," kata dia.
Adapun jika permintaan pertemuan tidak urung dilakukan, Herdi memastikan, massa akan menyiapkan rencana berikutnya termasuk aksi lebih besar lagi. Ia menyebut aksi saat ini hanya diikuti sepuluh persen dari total seluruh pekerja pariwisata di Jawa Barat.
"Kalau total saya bilang tadi, yang bekerja di sektor ini di Jawa Barat sekitar 8 ribu orang. Itu yang formal. Yang informal itu sekitar 5 ribu orang, berarti jumlahnya ada 13.000. Yang informal itu saya katakan, karena bekerja di sektor transportasi itu rata-rata informal," kata dia.