Dadan menjelaskan, berdasarkan Pasal 40 ayat (1), dalam Perda Kota Bandung Nomor 9 tahun 2018, menetapkan kriteria teknologi pengelolaan yang berwawasan lingkungan, yakni
a. Tidak mencemari lingkungan
Teknologi Peuyeumisasi yang mengolah sampah tercampur akan meningkatkan potensi kontaminasi silang dari material daur ulang (seperti: plastik) dan sampah yang mengandung B3 maupun limbah B3 ke material organik. Sebagai catatan, plastik mengandung berbagai jenis logam berat yang bersifat persisten dan akumulatif di lingkungan maupun tubuh manusia.
Akibatnya hasil pengolahan dari teknologi ini (briket, etanol, dan produk samping lainnya) akan mengandung berbagai bahan berbahaya dan beracun. Dengan demikian, berlangsungnya proses pengolahan sampah tercampur berpotensi melepaskan racun-racun tersebut ke lingkungan dan pada akhirnya terakumulasi dalam tubuh manusia. Hal yang sama terjadi pula saat hasil pengolahan Peuyeumisasi ini dibakar.
b. Mendorong penghematan konsumsi sumber daya alam
Pembakaran sampah (terlebih lagi yang tidak terpilah) mengakibatkan terputusnya siklus sumber daya yang seharusnya dicapai melalui proses daur ulang material. Saat material dibakar, energi merupakan produk samping dan abu merupakan produk utama dari proses pembakaran tersebut. Abu hasil pembakaran pun bersifat berbahaya dan beracun mengingat bahan bakar yang digunakan berasal dari sampah tercampur. Apabila proses pembakaran dilakukan tanpa upaya pengendalian pencemaran lingkungan yang tinggi, potensi terbentuknya racun baru dalam proses pembakaran seperti dioksin dan furan tidaklah terelakan.
Pada akhirnya pembakaran sampah adalah pemborosan sumber daya alam yang diperburuk dengan meningkatnya potensi terbentuknya racun dalam proses tersebut. Adapun sampah organik merupakan sumber nutrisi bagi tanah yang seharusnya diolah dan didaur ulang sebagai kompos, bukan dibakar menjadi abu yang beracun. Hal ini berakibat pada kondisi tanah-tanah pertanian dan perkebunan yang semakin kekurangan material organik dan nutrisi dari sampah organik.
c. Mengurangi emisi gas rumah kaca
Pembakaran sampah (material) hanya akan meningkatkan emisi gas rumah kaca sepanjang sistem produksi dan konsumsi material. Material yang seharusnya didaur ulang dikonversi menjadi karbondioksida dan gas rumah kaca lainnya. Hal ini memperparah kondisi, karena proses ekstraksi, produksi, dan konsumsi menjadi semakin meningkat yang pada akhirnya akan berkontribusi pada dihasilkannya gas rumah kaca.
d. Mengurangi konsumsi energi
Pembakaran sampah tidaklah menghasilkan sumber energi baru, namun dari segi neraca energi pembakaran sampah justru memerlukan sejumlah energi. Dengan kata lain malah menghasilkan defisit energi.