ilustrasi penyebab kue nastar cepat berjamur (pixabay.com/shirleysavitri)
Di sebuah rumah sederhana di Perum Purnama Indah, Kaliwadas, oven kue kering terus berdenting nyaring. Yuyun Yuanita Kasim (37) sedang sibuk memanggang puluhan loyang kue kering yang akan segera dikirim ke pelanggan.
Ramadan adalah masa tersibuk baginya. Sejak sepekan sebelum bulan puasa, ponselnya tak pernah berhenti berdering. Pesanan datang dari berbagai penjuru Cirebon, bahkan hingga ke kota-kota tetangga.
"Dulu cuma buat untuk keluarga. Lama-lama banyak yang suka, jadi keterusan," ujarnya sambil menuangkan adonan ke dalam loyang.
Kini, usaha kecilnya yang diberi nama AMK telah berkembang. Dalam satu bulan Ramadan, ia bisa menjual hingga 200 toples kue kering. Semua masih dibuat di rumah, dibantu suami yang bertugas mengemas dan mengantarkan pesanan.
Berbeda dengan Rini dan Gani yang berjualan di lapak, Yuyun mengandalkan sistem pre-order. Sejak jauh hari, pelanggan harus melakukan pemesanan karena produksinya terbatas.
"Kalau pakai oven kecil begini, sehari paling bisa bikin 20 toples. Makanya harus pre-order biar pelanggan gak kecewa," ujarnya.
Tak hanya kue kering seperti almond pastry, choco pastry, dan brownies sekat, Ramadan ini ia juga menerima banyak pesanan roti unyil. Kudapan mungil ini sering dipesan untuk takjil di masjid-masjid sekitar Sumber.
Dengan harga terjangkau, tak heran jika dagangannya selalu laris. "Bersyukur, kalau bukan Ramadan, saya gak mungkin bisa produksi sebanyak ini," katanya, dengan mata berbinar.
Ramadan selalu membawa warna berbeda di Cirebon. Di setiap sudut kota, dapur-dapur sederhana berubah menjadi sumber penghidupan. Di warung kecil, di pinggir jalan, atau di rumah-rumah yang mendadak menjadi pabrik kue dadakan, semua orang merasakan berkahnya masing-masing.
Bagi Rini, Ramadan adalah kesempatan untuk membawa kesejahteraan bagi keluarganya. Bagi Gani, ini adalah momentum untuk menikmati senyum pelanggan yang puas. Dan bagi Yuyun, ini adalah waktu di mana dapurnya yang mungil bisa menghasilkan rezeki besar.
Saat azan magrib berkumandang, para pedagang mulai menutup lapaknya dengan lega. Rezeki hari itu sudah mereka dapatkan. Esok, mereka akan kembali, mengulang perjuangan yang sama, menjemput berkah berulang.
Sebab di Cirebon, Ramadan bukan hanya tentang ibadah, tetapi juga tentang kerja keras, keberkahan, dan kehangatan berbagi.