Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20250806-WA0025.jpg
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Intinya sih...

  • Delapan organisasi sekolah swasta menggugat Gubernur Jawa Barat ke PTUN Bandung terkait Kepgub Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang PAPS.

  • Gugatan dilakukan karena aturan penambahan rombongan belajar dinilai keliru dan melanggar peraturan perundang-undangan di atasnya.

  • Pemerintah Provinsi Jawa Barat merasa kebijakan PAPS tidak menabrak aturan, dengan jumlah peserta didik yang belum tertampung mencapai 507.581 siswa.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Perkara gugat kepada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, sudah memasuki persidangan perdana. Salah satu dari delapan organisasi sekolah swasta ini membeberkan tujuan dari gugatan ini.

Adapun pokok gugatan ini yaitu Keputusan Gubernur (Kepgub) Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang petunjuk teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) yang membuat terjadinya penambahan rombongan belajar (rombel) 40-50 murid per kelasnya.

Aturan ini diterapkan di tahun ajaran baru 2025/26, setelah Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jenjang SMA dan SMK sederajat, kemarin.

Delapan organisasi yang menggugat ini antaranya ialah Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS) SMA Jawa Barat hingga Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) dari Kabupaten Bandung, Cianjur, Garut, Kuningan, Kota Bogor, Cirebon dan Sukabumi.

1. Sudah berdialog namun belum ada hasil kongkret

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Menurut Ketua FKSS SMA Jawa Barat, Ade D. Hendriana, kepgub yang dikeluarkan oleh Dedi Mulyadi itu pada dasarnya merupakan gagasan yang bagus, tetapi dinilai keliru, karena menabrak peraturan perundang-undangan di atasnya.

Peraturan perundang-undangan ini salah satunya Permendikbudristek RI Nomor 47 Tahun 2023 tentang standar pengelolaan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

"Kami sudah melayangkan surat keberatan, dialog dengan pihak terkait, dan rapat kerja bersama Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, tetapi tidak ada penyelesaian yang konkret," ujar Ade saat dihubungi melalui pesan singkatnya, Sabtu (9/8/2025).

2. Setiap kebijakan harus berlandaskan sistem keadilan

ilustrasi palu di pengadilan (pexels.com/KATRIN BOLOVTSOVA)

Melihat adanya aturan yang ditabrak, FKSS SMA Jawa Barat dan tujuh organisasi BMPS melakukan upaya hukum melalui gugatan ke PTUN Bandung. Selain menilai adanya kekeliruan, Ade mengatakan, gugatan ini sekaligus menjadi upaya untuk mengingatkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

"Untuk mencerdaskan anak-anak Jawa Barat agar tidak putus sekolah berdasarkan peraturan perundang-undangan selain negara harus hadir juga harus melibatkan peran serta masyarakat, dalam hal ini adalah sekolah swasta," kata Ade.

Ade menilai, kebijakan PAPS ini seharusnya dilaksanakan setelah SPMB berakhir, dan kuotanya pun harus sudah ditentukan dalam surat keputusan. Barulah satu atau dua bulan berikutnya diadakan tracking siswa PAPS agar tidak salah sasaran.

"Perkara ini sebagai pengingat kepada pemerintah bahwa setiap kebijakan harus berpegang teguh pada prinsip keadilan dan melibatkan seluruh ekosistem pendidikan di Jawa Barat baik negeri maupun swasta," ujarnya.

3. Penambahan rombel hanya di 16 sekolah SMA dan satu SMK

Palu Hakim (Pixabay.com/Vblock)

Gugatan telah didaftarkan ke PTUN pada 31 Juli 2025, dan sidang dismisal proses pertama telah dilaksanakan pada 7 Agustus 2025 dengan agenda pemeriksaan surat kuasa. Kemudian sidang berikutnya direncanakan pada 14 Agustus 2025 terkait materi gugatan.

"Jika dinyatakan layak, maka akan masuk persidangan pokok perkara yang mencakup pembacaan gugatan, replik, duplik, saksi ahli, pembuktian, dan lainnya," katanya.

Sementara itu Disdik Jabar merasa kebijakan PAPS yang kini sudah berjalan ini tidak menabrak aturan. Berdasarkan data Disdik, jumlah lulusan SMP/MTs/sederajat tahun 2025 di sebanyak 834.734 siswa dan hanya 564.035 siswa yang melakukan pendaftaran ke SMA/SMK negeri, sementara daya tampung sekolah negeri hanya 306.345 siswa.

Adapun terdapat 257.690 calon peserta didik baru yang tidak dapat tertampung di SMA/SMK negeri, dan jika diakumulasikan terdapat 528.389 peserta didik. Kemudian, terdapat 20.808 peserta didik yang diterima di MA negeri.

"Artinya yang belum tertampung di sekolah negeri sejumlah 507.581 peserta didik," kata Kadisdik Jabar, Purwanto di Kantor Disdik Jabar, Jalan Rajiman, Kota Bandung, Kamis (7/8/2025).

Di sisi lain, Menurut data Kemendikdasmen 2023–2025, terdapat 66.385 anak di Jawa Barat yang putus sekolah dan 133.258 anak tidak melanjutkan pendidikan. Oleh karena itu, kata Purwanto, Pemprov Jabar mengeluarkan kebijakan penambahan rombel.

Kemudian, dilakukan juga peningkatan daya tampung sekolah negeri. Dari target awal menampung lebih dari 100 ribu siswa, hingga saat ini tercatat baru sekitar 46.233 siswa yang tertampung lewat kebijakan ini.

"Hasil penerimaan peserta didik pada program PAPS hanya diperoleh yang diterima sejumlah 46.233 peserta didik, sehingga total peserta didik yang diterima SPMB dan PAPS berjumlah 352.578 siswa," ujarnya.

"Dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, dapat disampaikan bahwa sekolah yang menerapkan penambahan peserta didik hanya sebanyak 16 SMA negeri dari 515 sekolah, dan satu SMK negeri dari 286 sekolah."

Editorial Team