Bagi sastrawan Indonesia, Ajip merupakan sosok yang paripurna. Buktinya, ia sempat mendapat hadiah Sastra Rancage, sebuah penghargaan untuk karya sastra Sunda, Jawa, dan Bali. Penghargaan itu rutin diterbitkan tiap tahun sejak 1988.
Ia tidak bisa dipandang sebagai sosok yang etnocentris, karena sebenarnya bukan hanya budaya dan sastra Sunda saja yang ia kenalkan kepada khalayak dunia.
Tapi, Ajip boleh jadi merupakan salah satu tokoh Sastra Sunda yang paling penting yang pernah ada. Ia dianggap telah memahami seluk beluk Sastra Sunda, mulai dari kelahirannya, perkembangannya, hingga tantangan-tantangannya. Pengetahuan luasnya soal ke-Sunda-an membuat orang kerapkali menyebutnya sebagai “arsip hidup” paling lengkap.
Dengan kecintaannya terhadap bahasa dan budaya Sunda, ia mendirikan Pusat Studi Sunda bersama para sastrawan dan budayawan Sunda, dengan salah satu program penerbitan jurnal ilmiah Sundalana.
Artikel di atas pernah dimuat oleh IDN Times Jabar pada 26 November 2019.
Dikutip dari Antara, Sastrawan dan budayawan Ajip Rodisi berpulang dalam usia 82 tahun, Rabu, sekitar pukul 22.30 WIB dalam perawatan pascaoperasi di RSUD Tidar Kota Magelang, Jawa Tengah.
"Betul, saya sedang 'ke sana ke mari' (mengurus segala sesuatu, red.) ini," kata salah seorang anak Ajip Rosidi, Nundang Rundagi, yang dihubungi melalui telepon di Magelang, Rabu malam.
Sastrawan yang juga budayawan Ajip Rosidi itu menjalani perawatan dan operasi di RSUD Tidar Kota Magelang, karena sakit sejak sekitar seminggu terakhir, akibat terjatuh di rumah anaknya di Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
Nundang menyatakan belum bisa memberikan keterangan lebih jauh terkait dengan rencana pemakaman karena dirinya masih sibuk mengurus jenazah ayahnya itu.