Konotasi aliran sesat yang disematkan pada paham Syiah pun dibantah oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat. Ketua MUI Jabar, Rahmat Syfei mengatakan, syiah tidak bisa dimasukkan dalam gerakan yang melanggar akidah.
Inilah yang harus dipahami termasuk pemimpin daerah yang menaungi masyarakat yang beragam kepercayaan. Maka, pada dasarnya keberadaan gedung ini mendiskreditkan gerakan sSyiah itu sendiri.
"Masalah beragama memang ada Syiah, itu ada macam-macam ada yang ajaran secara ekstrem atau menyebrang, mungkin itu. Kalau Syiah seperti dulu yang pernah terjadi kita harus toleran, dalam arti jangan sampai mempunyai gerakan yang intoleransi terhadap itu," ujar Rahmat
Rahmat menilai bahwa apa yang dilakukan Pemkot Bandung dengan meresmikan Gedung Dakwah ANNAS masih kurang tepat. Karena yang dikhawatirkan adalah konten dakwah nantinya bisa menyimbang dari akidah.
Rahmat menjelaskan bahwa Syiah tidak selamanya identik dengan gerakan yang ekstrem. Apalagi ada juga Syiah yang tetap dalam koridor akidah Islam.
"Dalam Syiah itu kan ada yang tidak menyimpang, ada yang memang menyimpang. Syiah itu pusatnya di negera Iran, kita punya kedutaan juga di Iran. Jadi ini bisa masalah kalau memang ada gerakan yang secara di-sekaligus-kan seperti itu," katanya.
Dia pun mengkhawatirkan adanya perpecahan jika Syiah diidentikan dengan pelanggaran akidah Islam. Apalagi ketika terdapat satu komunitas yang menentang dengan pemahaman yang tidak matang.
Kementerian Agama pun turut berbicara dalam persoalan ini. Staf Khusus Menteri Agama bidang Kerukunan Umat Beragama Nuruzzaman menuturkan, organisasi masyarakat (ormas) dan paham keyakinan yang secara terang-terangan menebarkan kebencian jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ajaran agama.
Negara tidak semestinya memberikan dukungan, tapi memoderasi cara berpikir, sikap dan praktik keberagamaanya.
Zaman, panggilannya, menilai bahwa relasi Sunni dan Syiah perlu disikapi secara arif. Organisasi Konferensi Islam (OKI) sendiri menyatakan bahwa syiah adalah bagian dari Islam.
Bahkan, Grand Syekh Al Azhar Prof. Dr. Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb mengatakan bahwa umat Islam yang berakidah Ahlussunah bersaudara dengan umat Islam dari golongan Syiah.
“Sunni dan Syiah adalah saudara. Itu pernah ditegaskan oleh Syekh Ath-Thayyeb saat bertemu para tokoh dan cendekiawan muslim di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2016," kata dia, dikutip dari laman resmi Kementerian Agama.
Dalam kesempatan itu, lanjut Zaman, Syekh Ath-Thayyeb mengatakan bahwa Islam mempunyai definisi yang jelas, yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, menegakkan salat, berpuasa, berzakat, dan beribadah haji bagi yang mampu.
Mereka yang melaksanakan lima hal pokok ini, maka dia muslim, kecuali mereka yang mendustakan. Ia bahkan menilai bahwa tidak ada masalah prinsip yang menyebabkan kaum Syiah keluar dari Islam.
"Negara harus merajut keragaman masyarakat agar dapat hidup rukun dan damai. Terhadap perbedaan pandangan baik di internal agama maupun antaragama, posisi negara adalah memoderasi, memfasilitasi dialog, agar kerukunan tetap terjaga,” papar Zaman.
Untuk menghindari konflik dengan adanya peresmian gedung dakwah ANNAS, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bandung, Ahmad Suherman meminta agar warga Bandung bisa lebih dewasa menyikapi kondisi ini.
Menurutnya, Kota Bandung sangat toleran dengan kemajemukan yang ada baik suku, budaya, hingga kepercayaan masyarakatnya. Dengan kemajemukan tersebut masyarakat harus bisa saling menghargai kepercayaan yang dianut seseorang atau kelompok. Dia berharap masyarakat Bandung bisa lebih tenang dalam menyikapi persoalan ini.
"Kita semua harus menjaga ketertiban, keamanan dan kerukunan. Jangan sampai ada perpecahan termasuk di kalangan umat Islam. Islam ini rahmatan lil alamin, kasih sayang untuk seluruh alam," ujar Herman.