Demo mahasiswa di Mapolres Sukabumi Kota (IDN Times/Siti Fatimah)
Fenomena di Sukabumi juga menunjukkan kuatnya peran teman sebaya dan senior dalam mengajak pelajar turun ke jalan. Menurut Ibnu, solidaritas di kalangan remaja jauh lebih dominan ketimbang rasionalitas.
"Mereka ikut karena temannya ikut, atau karena ajakan alumni dan senior. Ajakan itu sering dianggap sebagai perhatian, padahal sebenarnya bentuk mobilisasi," ujarnya.
Bagi remaja, ikut aksi lebih mirip 'ritual keberanian' ketimbang bentuk partisipasi politik yang sehat. Ikut aksi di jalan tentu membawa dampak baik psikologis maupun emosional. Ibnu mengingatkan, aksi jalanan berpotensi menimbulkan trauma atau justru menormalisasi kekerasan.
"Kalau terlalu sering ikut aksi, konsentrasi belajar bisa terganggu. Mereka kehilangan kesempatan belajar bahwa keberanian bisa ditunjukkan lewat ruang diskusi, lomba debat, atau karya kreatif," tuturnya.
Ibnu menekankan, fenomena ini harus menjadi refleksi bersama. Anak-anak usia pelajar masih perlu pendampingan orangtua, dewasa hingga tokoh masyarakat untuk menyalurkan aspirasi mereka dengan cara yang damai, terpelajar dan efektif.
"Alih-alih membiarkan pelajar turun ke jalan, lebih baik energi mereka diarahkan ke forum yang lebih aman, sehat, dan mendidik. Sekolah, keluarga, dan masyarakat punya tanggung jawab moral untuk menyediakan ruang itu," katanya.