Masyarakat Kian Termudahkan Berbelanja dengan Pembayaran Nontunai

Bandung, IDN Times - Transaksi digital saat ini sudah bukan hal tabu pada masyarakat saat berbelanja. Selama pandemik COVID-19 jual beli barang dan jasa mayoritas tak menggunakan uang tunai. Peralihan ini pun tak menurun meski pemerintah memastikan pendemik sudah hilang.
Kebiasaan melakukan transaksi secara digital dirasakan Nur Fidhia. Wanita 25 tahun tersebut sekarang lebih banyak bertransaksi dalam membeli barang maupun makanan dengan nontunai. Terlebih sudah banyak pelaku usaha seperti kafe hingga warung kecil yang memanfaatkan aplikasi pembayaran nontunai seperti QRIS.
"Jadi uang di dompet juga ga harus banyak. Sekarang kalau saya nongkrong di beberapa kafe juga mereka ada yang bayarnya memang digital, tidak menerima uang tunai," kata Fidhia kepada IDN Times, Minggu (11/6/2023).
Menurutnya, transaksi secara nontunai justru lebih mudah ketimbang harus menyiapkan uang di dompet. Misalnya, ketika uang kurang untuk membeli makanan dia tak harus mencari anjungan tunai mandiri (ATM) yang belum tentu dekat. Sedangkan dengan pembayaran digital dia bisa langsung membayarnya cukup lewat handphone (HP/ponsel).
Dari pengalaman nongkrong atau bekerja di kafe Kota Bandung sudah banyak yang justru tidak bisa membayar secara tunai. Kafe tersebut hanya menyediakan pembayaran nontunai. Alhasil ketika akan membayar pembeli diharuskan memasukan uang lebih dulu ke dompet digital yang dimilki atau mobile banking kartu bank.
Aktivitas pemakaian transaksi digital pun dirasakan Setia. Ibu satu anak ini sudah tidak banyak memiliki uang di dompetnya. Ketika berbelanja makanan di kantor ataupun membeli barang sekarang lebih banyak secara online atau membayar lewat dompet digital.
Dia menilai pembayaran nontunai mempermudahnya ketika membeli sesuatu karena semuanya menjadi lebih praktis. Kadang kala, Setia pun pergi ke kantor atau berbelanja tidak membawa dompet yang berisi uang tunai. Dia cukup membawa ponsel yang di dalamnya sudah memiliki dompet digital dan bisa digunakan untuk membayar banyak hal.
"Ya kalau ke minimarket atau supermarket bawa handphone saya palingan. Kan sekarang semua sudah serba digital. Kadang ada juga warung yang bisa bayarnya tinggal scan (pindai) saja," ungkap Setia.
Dalam Studi Consumer Payment Attitude Visa 2022 menyebutkan, pembayaran tanpa uang tunai (cashless society) semakin meningkat penggunannya. Bahkan pembayaran nontunai secara keseluruhan diprediksi bisa terwujud di Indonesia pada 2030. Hal ini tak terlepas dari askelerasi ekonomi keuangan digital yang terus meningkat di tanah air.
Sebagai informasi, Cashless society merupakan kondisi di mana masyarakat bertransaksi tanpa menggunakan uang tunai, melainkan dengan Uang Elektronik (UK) atau beragam kartu seperti Kartu ATM/Debit, Kartu ATM dan Kartu Kredit.
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa dua dari tiga masyarakat Indonesia sudah mencoba menggunakan pembayaran nontunai atau cashless. Pengguna cashless tersebut didominasi oleh generasi muda.
Dampak pandemik COVID-19 telah mengubah kebiasaan masyarakat, termasuk kultur tak membawa banyak uang tunai. Mereka mulai menggunakan pembayaran digital.
Selain itu, banyak orang yang tinggal di kota-kota besar terutama Jakarta, sudah bisa hidup tanpa uang tunai dalam seminggu penuh. Peningkatan ini juga didorong layanan uang nontunai yang semakin banyak, mulai dari sektor transportasi, perbelanjaaan, dan gaya hidup.
Metode pembayaran nontunai atau cashless mulai digandrungi lantaran dinilai lebih nyaman, cepat dan mudah. Apalagi, saat ini perkembangan teknologi digital yang kian pesat membuat cara transaksi berubah.
1. Tak cukup konsumen yang digital, pelaku UMKM juga harus

Berbicara mengenai sistem pembayaran digital, mayoritas masyarakat di perkotaan sudah gemar memakainya. Namun, perubahan paradigma dari pembayaran tunai ke nontunai bukan hanya milik pembeli, para pelaku usaha termasuk UMKM pun sekarang harus melek digitalisasi.
Pemanfaatan transaksi digital dilakukan kafe kopi Eskelasi. Salah satu pekerja di Eskelasi, Diza mengatakan bahwa tempat ini sudah memanfaatkan pembayaran digital seperti lewat QRIS sejak setahun lalu.
Saat awal dibuka pembayaran memang masih tunai secara keseluruhan. Berselang sebulan barulah Eskelasi memanfaatkan sistem pembayaran nontunai.
"Jadi sekarang sudah 50 persen konsumen kita itu bayarnya memang nontunai. Mereka sudah terbiasa juga ga harus kita minta malah mereka yang minta," kata Diza.
Menurutya, pembayaran nontunai justru lebih menguntungkan dan aman. Misalnya, pada saat pembukuaan lebih mudah karena semua sudah masuk ke data nontunai milik kedai.
Kadangkala ketika memakai sistem pembayaran tunai ada uang yang hilang atau tidak terhitung. Itu selain merugikan kedai juga bisa menimbulkan kecurigaan kepada pekerja yang ada. Maka dengan sistem pembayaran nontunai bisa membuat perhitungan keuntungan mudah dan cepat.
Penggunaan pembayaran nontunai pun dilakukan Dewi, pemilik warung kelontongan di daerah Cicadas. Menurutnya, pembayaran nontunai bisa membuat uang langsung masuk ke rekening tabungan. Cara itu pun mempermudah dia ketika ingin membeli barang atau membayar sesuatu karena tidak harus ke bank dulu untuk menyimpan uang sebelum berbelanja ke toko besar.
"Sekarang beli ke toko juga bisa pakai nontunai. Jadi kan uang yang masuk ke kita lewat nontunai bisa langsung kita belanjakan ke barang lagi," kata dia.
Hal lain adalah meminimalisir penggunaan uang palsu dari konsumen. Tak punya alat untuk mengecek keaslian uang membuatnya lebih nyaman ketika ada pembeli membayar secara nontunai.
2. Penggunaan QRIS kian masif

Salah satu sistem pembayaran digital yang saat ini semakin masif adalah QRIS. Produk yang dikeluarkan Bank Indonesia ini terus berkembang membangun jaringan bekerja sama dengan berbagai platfom pembayaran digital lainnya. Bank Indonesia mencatat hingga akhir April 2023, sebanyak 25 juta merchant (pedagang) sudah menggunakan QRIS sebagai metode pembayaran.
Jumlah merchant tersebut didominasi oleh pelaku, di mana capaian tersebut sesuai dengan target BI saat awal diluncurkannya layanan ini pada Agustus 2019. Tingginya angka pengguna QRIS di Indonesia sejalan dengan peningkatan literasi ekonomi digital di tingkat pedagang. Sehingga, akselerasi ekonomi keuangan digital ke depan pun diperkirakan akan terus meningkat.
BI pun menargetkan ada 45 juta pengguna QRIS pada 2023. Sebagai upaya merealisasikan konektivitas pembayaran regional atau regional payment connectivity, BI akan terus memperluas kampanye penggunaan QRIS sebagai metode pembayaran digital di negara-negara kawasan, seperti Singapura, Filipina dan India. Adapun saat ini, Indonesia telah menjalin kerja sama untuk implementasi penggunaan QRIS dengan Malaysia dan Thailand.
Optimisme BI dalam kenaikan penggunaan QRIS bukan tanpa data. Saat ini pemanfaatan pembayaran digital menggunakan sistem tersebut makin tinggi, seperti yang dirasakan BRI Regional Offine (RO) Bandung yang mencakup seluruh daerah di Provinsi Jawa Barat.
Manager Retail Payment & Card Departement BRI Regional Office Bandung, Yudi Darmawan menuturkan, penggunaan QRIS oleh pelaku usaha khususnya UMKM memang sejalan dengan jaman sekarang yang hampir seluruhnya sudah masuk ke ranah digital. Prilaku masyarakat sekarang sudah sangat minim menggunakan uang tunai ketika bertransaksi dengan memiliki metode nontunai.
"Istilahnya kalau dulu orang bakal balik rumah kalau ketinggalan dompet. Tapi sekarang orang bakal balik kalau ketinggalan handphone (HP/ponsel)," kata Yudi saat berbincang dengan IDN Times beberapa waktu lalu.
Yudi menuturkan, pada 2021 jumlah UMKM yang berada di bawah binaan BRI dan memiliki QRIS angkanya sudah mencapai 80 ribu. Angka tersebut kemudian bertambah lebih dari dua kali lipat pada 2022, di mana jumlahnya sudah mencapai 208 ribu.
Seiring jumlah UMKM yang memanfaatkan QRIS sebagai metode untuk pembayaran, jumlah transaksi pun meningkat setiap tahunnya. Pada 2022 misalnya, jumlah transaksi sudah mencapai 1,2 juta kali.
3. Pembayaran nontunai hindari uang palsu dan tingkatkan omzet UMKM

Yudi menjelaskan, selain mempermudah orang untuk bertransaksi, QRIS juga memberikan manfaat banyak kepada pelaku UMKM. Misalnya, sistem ini mampu menghindari penggunaan uang palsu yang masih marak terjadi. Karena, pelaku usaha kecil seperti warung atau kafe pasti akan rugi saat kasir menerima uang palsu pecahan Rp100 ribu atau Rp50 ribu.
Kemudian sistem ini pun bisa meningkatkan omzet UMKM. Contohnya, ketika konsumen ingin membeli barang mereka biasanya membawa uang tunai. Saat barang yang akan dibeli banyak yang bagus, pembeli tersebut belum tentu ingin mengambil uang ke anjungan tunai mandiri (ATM) guna membeli barang lainnya.
Namun, ketika pedagang menyediakan sistem pembayaran nontunai seperti QRIS, konsumen biasanya mau untuk mengeluarkan uang lebih sesuai dengan isi ATM-nya.
"Kalau ada sistem bayar digital mereka lebih mudah mengeluarkan uang ketimbang harus membawa uang tunai dulu saat beli barang," ungkap Yudi.
Keuntungan seperti ini yang coba dijelaskan kepada pelaku usaha oleh BRI agar mereka mau menggunakan sistem pembayaran digital khususnya memakain QRIS.
4. Ini cara UMKM bisa dapatkan QRIS

Caranya mudah. Merchant hanya perlu membuka rekening atau akun pada salah satu penyelenggara QRIS yang sudah berizin dari BI. Selanjutnya, merchant sudah dapat menerima pembayaran dari masyarakat menggunakan QR.
Namun apabila belum memiliki account, maka merchant dapat membuka account terlebih dahulu dengan datang ke kantor cabang atau mendaftar online pada salah satu PJSP penyelenggara QRIS yang telah terdaftar.
- Lengkapi data usaha dan dokumen yang diminta oleh PJSP tersebut.
- Tunggu proses verifikasi, pembuatan Merchant ID dan pencetakan kode QRIS oleh PJSP.
- PJSP akan mengirimkan sticker QRIS.
- Install aplikasi sebagai merchant QRIS.
- PJSP melakukan edukasi kepada merchant mengenai tata cara menerima pembayaran.
Tiga jenis pembayaran menggunakan QRIS:
1. Merchant Presented Mode (MPM) Statis
Paling mudah, merchant cukup memajang satu sticker atau print-out QRIS dan gratis. Pengguna hanya melakukan scan, masukkan nominal, masukkan PIN dan klik bayar. Notifikasi transaksi langsung diterima pengguna ataupun merchant. QRIS MPM Statis sangat cocok bagi usaha mikro dan kecil.
2. Merchant Presented Mode (MPM) Dinamis
QR dikeluarkan melalui suatu device seperti mesin EDC atau smartphone dan gratis. Merchant harus me-masukkan nominal pembayaran terlebih dahulu, kemudian pelanggan melakukan scan QRIS yang tampil atau tercetak.
QRIS MPM Dinamis sangat cocok untuk merchant skala usaha menengah dan besar atau dengan volume transaksi tinggi.
3. Customer Presented Mode (CPM)
Pelanggan cukup menunjukkan QRIS yang ditampilkan dari aplikasi pembayaran pelanggan untuk discan oleh merchant. QRIS CPM lebih ditujukan untuk merchant yang membutuhkan kecepatan transaksi tinggi seperti penyedia transportasi, parkir dan ritel modern.