Dalam penutupan ini, Pemkab Garut berpegangan dengan aturan dari Fatwa MUI. Adapun dalam SKB 3 Menteri 2008 maupun Pergub No 12 tahun 2011, tidak ada pelarangan membangun masjid dan kegiatan Ahmadiyah.
"Dua aturan itu isinya tidak ada larangan pembangunan masjid dan pelarangan kegiatan Ahmadiyah, penutupan tersebut juga tidak disertai pemberitahuan, surat tugas penyegelan, dan dilakukan pada malam hari," katanya.
Berikut sikap Sajajar atas penyegelan Masjid Ahmadiyah:
-Mengecam dengan keras sikap Pemkab Garut yang bersikap diskriminatif dan tidak melaksanakan kewajibannya untuk melindungi warganya melaksanakan ibadah dan hak berserikat, berkumpul yang dijamin oleh negara melalui UUD 1945.
-Ahmadiyah selama ini terlibat aktif dalam kegiatan sosial masyarakat di Nyalindung dan aktif bersilaturahmi dengan para warga sekitar dan para tokoh serta tidak pernah melanggar hukum apapun.
-Tindakan penutupan paksa oleh Pemkab Garut melalui Satpol PP tidak berdasarkan keputusan pengadilan sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang sah, serta masalah agama adalah otoritas pemerintah pusat bukan pemerintahan daerah sesuai undang-undang Otonomi Daerah.
-Meminta ketegasan sikap Presiden Jokowi untuk memastikan Pemerintah Daerah memfasilitasi dan menjamin warganya untuk dapat beribadah sesuai keyakinannya, serta memastikan Pemda Garut tidak menghalangi hak beribadah dan berkumpul Jemaat Muslim Ahmadiyah.
Sebagai informasi, Ahmadiyah di Kampung Nyalindung, Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut sudah ada sejak tahun 1970-an dan hidup berdampingan secara damai dengan warga lainnya.
Ahmadiyah di Nyalindung menggunakan masjid sebagai sarana ibadah seperti shalat lima waktu, mengaji Al-Quran, dan sarana pendidikan anak-anak belajar tentang ke Islam-an.